(Ringkasan Praktis Sistematis dari Terjemahan Kitab " Mabahits Fi Ulumil Qur'an" karya Syeikh Manna'ul Qathan, dengan beberapa tambahan, catatan dan penyesuaian)
مختصر مبسط
من كتاب مباحث في
علوم القرآن للشيخ مناع القطان
مع بعض الإضافات و
التعليقات
Penyusun : Hatta Syamsuddin, Lc
Pengantar
Ulumul Quran
Kode : UQ/A/01
Pokok-pokok Materi :
- Pengertian Ulumul Quran
- Objek Pembahasan Ulumul-Quran
- Sejarah & Perkembangan Ulumul Quran
- PENGERTIAN ULUMUL QURAN
Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu
berarti al-fahmu wal idraak (faham dan menguasai). Kemudian arti
kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara
ilmiah.
Jadi, yang dimaksud dengan u`luumul qu`ran
ialah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Quran dari
segi asbaabu nuzuul."sebab-sebab turunnya al-qur`an", pengumpulan dan
penertiban Qur`an, pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan Madinah,An-Nasikh
wal mansukh, Al-Muhkam wal Mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan Qur`an.
Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushuulu tafsir
(dasar-dasar tafsir) karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang
harus diketahui oleh seorang Mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur`an
.
- OBJEK PEMBAHASAN ULUMUL QURAN
Objek Pembahasan Ulumul
Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :
- Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an ,
meliputi : sejarah rintisan
ulumul quran di masa Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi'in, dan perkembangan
selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulumul
quran di setiap zaman dan tempat.
- Pengetahuan tentang Al-Quran .
Meliputi : Makna Quran,
Karakteristik Al-Quran, Nama-nama al-Quran, Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat
Mekkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dst.
- Metodologi Penafsiran Al-Quran
Meliputi : Pengertian
Tafsir & Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya, Sejarah & Perkembangan
ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam & Mutasyabih,
Aam & Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.
- SEJARAH & PERKEMBANGAN ULUMUL QURAN :
Sejarah perkembangan ulumul
quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi
perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul quran menjadi sebuah ilmu
khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase /
tahapan perkembangan ulumul quran.
- ULUMUL QURAN pada MASA RASULULLAH SAW
Embrio awal ulumul quran
pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung dari Rasulullah SAW
kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat dalam bertanya
tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.
- Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Uqbah bin Amir ia
berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas mimbar,
"dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi (Anfal
:60 ), ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR Muslim)
- Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.
Diriwayatkan dari Abu
Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang membacakan qur'an
kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta yang lain
menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak
melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka
berkata 'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.'"
- Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya
menjaga kemurnian AlQuran.
Dari Abu Saad al- Khudri,
bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa
menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku,
dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas namaku,
ia akan menempati tempatnya di api neraka."(HR Muslim)
- ULUMUL QURAN MASA KHALIFAH
Pada masa khalifah, tahapan
perkembangan awal (embrio) ulumul quran mulai berkembang pesat, diantaranya
dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut :
- Khalifah Abu Bakar :dengan Kebijakan
Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg pertama yang diprakarsai oleh Umar bin
Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit
- Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf, dan
hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan
mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut
dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini
dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
- kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad Ad-Du'ali meletakkan
kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan
ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu
I'rabil Qur'an.
- ULUMUL QURAN MASA SAHABAT & TABI'IN
- Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka
dalam menyampaikan makna-makna al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda
diantara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam
memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama
Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu para
tabi'in.
Diantara para Mufasir yang termashur dari para
sahabat adalah:
- Empat orang Khalifah ( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
- Ibnu Masud,
- Ibnu Abbas,
- Ubai bin Kaab,
- Zaid bin sabit,
- Abu Musa al-Asy'ari dan
- Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai
tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud dan Ubai bin
Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan sudah tafsir
Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan
penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.
- Peranan Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya
Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu
kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka
sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang
terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai berikut :
- Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin Jubair,
Mujahid, 'iKrimah bekas sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al
Yamani dan 'Ata' bin abu Rabah.
- Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan
Muhammad bin Ka'b al Qurazi.
- Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : 'Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin
Yazid, 'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi.
Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu
tafsir, ilmu Gharibil Qur'an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan imu
Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara
didiktekan.
- MASA PEMBUKUAN (TADWIN)
Perkembangan selanjutnya
dalam ulumul quran adalah masa pembukuan ulumul Quran , yang juga melewati
beberapa perkembangan sebagai berikut :
- Pembukuan Tafsir Al-Quran menurut riwayat dari Hadits, Sahabat
& Tabi'in
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan ( tadwin )
yang dumulai dengan pembukuan hadist denga segala babnya yang bermacam-macam,
dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama
membukukan tafsir Qur'an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para
sahabat atau dari para tabi'in.
Diantara mereka yang terkenal adalah, Yazid bin Harun
as Sulami, ( wafat 117 H ), Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin
Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah ( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin
Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadis. Sedang tafsir
yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang
tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita.
- Pembukuan Tafsir berdasarkan susunan Ayat
Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'.
Mereka menyusun tafsir Qur'an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan
yang terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir at Tabari ( wafat 310 H ).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukil ( dipindahkan
) melalui penerimaan ( dari muluit kemulut ) dari riwayat, kemudian dibukukan
sebagai salah satu bagian hadis, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri.
Maka berlangsunglah proses kelahiran at Tafsir bil Ma'sur ( berdasarkan riwayat
), lalu diikuti oleh at Tafsir bir Ra'yi ( berdasarkan penalaran ).
- Munculnya Pembahasan Cabang-cabang Ulumul Quran selain Tafsir
Disamping ilmu tafsir lahir pula karangan yang
berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan
dengan quran, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir, diantaranya :
- Ulama abad ke-3 Hijri
§ Ali bin al
Madini ( wafat 234 H ) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun
nuzul
§ Abu 'Ubaid al
Qasim bin Salam ( wafat 224 H ) menulis tentang Nasikh Mansukh dan qira'at.
§ Ibn Qutaibah (
wafat 276 H ) menyusun tentang problematika Quran ( musykilatul quran ).
- Ulama Abad Ke-4 Hijri
§ Muhammad bin
Khalaf bin Marzaban ( wafat 309 H ) menyusun al- Hawi fa 'Ulumil Qur'an.
§ Abu muhammad
bin Qasim al Anbari ( wafat 751 H ) juga menulis tentang ilmu-ilmu qur'an.
§ Abu Bakar As
Sijistani ( wafat 330 H ) menyusun Garibul Qur'an.
§ Muhammad bin Ali
bin al-Adfawi ( wafat 388 H ) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil Qur'an.
- Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya
§ Abu Bakar al
Baqalani ( wafat 403 H ) menyusun I'jazul Qur'an,
§ Ali bin Ibrahim
bin Sa'id al Hufi ( wafat 430 H )menulis mengenai I'rabul Qur'an.
§ Al Mawardi (
wafat 450 H ) menegenai tamsil-tamsil dalam Qur'an ( 'Amsalul Qur'an ).
§ Al Izz bin
Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam Qur'an.
§ 'Alamuddin
Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu Qira'at ( cara membaca Qur'an )
dan Aqsamul Qur'an.
- Mulai pembukuan secara khusus Ulumul Quran dengan mengumpulkan
cabang-cabangnya.
Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-quran dengan
berbagai pembahasannya di tulis secara khusus dan terserak, masing-masing
dengan judul kitab tersendiri. Kemudian, mulailah masa pengumpulan dan
penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang lengkap, yang dikenal
kemudian dengan Ulumul Qur'an. Di antara ulama-ulama yang menyusun secara
khusus ulumul quran adalah sebagai berikut :
- Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi
dianggap sebagai orang pertama yang membukukan 'Ulumul Qur'an, ilmu-ilmu
Qur'an.
- Ibnul Jauzi ( wafat 597 H ) mengikutinya dengan menulis sebuah
kitab berjudul fununul Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
- Badruddin az-Zarkasyi ( wafat 794 H ) menulis sebuah kitab lengkap
dengan judul Al-Burhan fii ulumilQur`an .
- Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan
atas Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min
mawaaqi`innujuum.
- Jalaluddin As-Suyuti ( wafat 911 H ) juga kemudian menyusun sebuah
kitab yang terkenal Al-Itqaan fii u`luumil qur`an.
Catatan : kitab Al-Burhan ( Zarkasyi) dan Al-Itqon (
As-Suyuti) hingga hari ini masih dikenal sebagai referensi induk / terlengkap
dalam masalah Ulumul Qur'an. Tidak ada peneliti tentang ulumul quran, kecuali
pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab tersebut.
- ULUMUL QUR'AN MASA MODERN / KONTEMPORER
Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan
ulumul quran pada masa kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah
metode atau cabang ilmu Al-Quran secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada
pula yang kembali membali menyusun atau menyatukan cabang-cabang ulumul quran
dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih sederhana dan sistematis dari
kitab-kitab klasik terdahulu.
- Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran
atau pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :
a. Kitab i`jaazul
quran yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
b. Kitab At-Tashwirul
fanni fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil qur`an oleh Sayyid Qutb,
c. Tarjamatul
qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu pembahasannya
ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
d. Masalatu
tarjamatil qur`an Musthafa Sabri,
e. An-naba`ul
adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz dan
f.
Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin
Al-qasimi.
- Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis,
diantaranya :
a. Syaikh Thahir
Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-tibyaan fii u`luumil
qur`an.
b. Syaikh Muhammad
Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii u`luumil qur`an yang berisi
pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di Mesir dengan
spesialisasi da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh muridnya,
c. Muhammad Abdul
a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan fii u`lumil qur`an.
d. Syaikh Ahmad
Ali menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang disampaikan kepada
mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.
e. Kitab Mahaabisu
fii u`lumil qur`an oleh DR Subhi As-Shalih.
Pembahasan tersebut dikenal
dengan sebutan u`luumul qur`an, dan kata ini kini telah menjadi istilah
atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.
Catatan : Kitab Mabahitsul
Quran yang ditulis Manna'ul Qattan ini juga termasuk kitab ulumul
quran kontemporer yang banyak mendapat sambutan di universitas-universitas di
Timur Tengah dan Dunia Islam pada umumnya. Kitab ini juga dijadikan modul untuk
perkuliahan Ulumul Quran semester 1 di Universitas International Afrika,
Khartoum Sudan, sebagai Mata Kuliah Umum untuk semua mahasiswa di berbagai
jurusannya.
Tentang Al-Quran
Kode : UQ/A/02
Pokok-pokok Materi
1. Pengertian/
Definisi Al-Quran
2. Nama dan Sifat
Al-Quran
3. Perbedaan
Al-Quran dengan Hadits Nabawi dan Qudsi
4. Karakteristik
Al-Quran
1. PENGERTIAN /
DEFINISI AL-QURAN
Pengertian Al-Quran
meliputi dua hal, yaitu secara bahasa dan secara istilah, masing-masing sbb :
a. Pengertian
Al-Quran secara bahasa
Lafadzh Qara`a mempunyai arti mengumpulkan dan
menghimpun, dan qira`ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata
satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Qur`an pada
mulanya seperti qira`ah , yaitu masdar (infinitif) dari kata qara`
qira`atan, qur`anan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT :
إِنَّ عَلَيْنَا
جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ فَإِذَا
قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ (القيامة 17-18)
ِArtinya :
"Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya.
Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu`.
(Al;-Qiyamah :17-18)
Qur`anah berarti qiraatun (bacaannya/cara
membacanya). Jadi kata itu adalah masdar menurut wazan (tashrif,
konjugasi)`fu`lan` dengan vokal `u` seperti `gufran` dan `syukran`.Kita dapat
mengatakan qara`tuhu , qur`an, qira`atan wa qur`anan, artinya sama saja. Di
sini maqru` (apa yang dibaca) diberi nama Qur`an (bacaan); yakni penamaan
maf`ul dengan masdar.
b. Pengertian
Al-Quran secara Istilah
Para ulama menyebutkan definisi Quran yang mendekati
makananya dan membedakannya dari yang lain dengan menyebutkan bahwa:
القرآن هو كلام
الله المنزل على محمد عليه السلام المتعبد بتلاوته
Artinya : Quran adalah
kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhamad saw. Yang pembacanya
merupakan suatu ibadah`.
Penjelasan Arti Quran
secara istilah, adalah sebagai berikut :
1. Definisi`kalam`(ucapan)
merupakan kelompok jenis yang meliputi segala kalam. Dan dengan
menghubungkannya dengan Allah ( kalamullah ) berarti tidak semua masuk dalam
kalam manusia, jin dan malaikat.
2. Batasan dengan
kata-kata (almunazzal)`yang diturunkan` maka tidak termasuk kalam Allah yang
sudah khusus menjadi milik-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah :`Katakanlah:
Sekiranya lautan menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah
lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu `.(al-Kahfi: 109).
3. Batasan dengan
definisi hanya `kepada Muhammad saw` Tidak termasuk yang diturunkan kepada
nabi-nabi sebelumnya seperti taurat, injil dan yang lain.
4. Sedangkan batasan
(al-muta'abbad bi tilawatihi) `yang pembacanya merupakan suatu ibadah`
mengecualikan hadis ahad dan hadis-hadis qudsi .
Catatan : Perlu saya tambahkan definisi lain tentang Al-Quran yang
lebih lengkap yaitu :
هو كلام الله المعجز
المُنَزل على سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم، المكتوب بالمصاحف، المنقول
بالتواتر ، المُُتعَّبد بتلاوته .
Artinya : Kalam Allah yang bersifat mukjizat, yang diturunkan kepada
Muhammad SAW, tertulis di mushaf , diriwayatkan secara mutawattir, dan
membacanya adalah ibadah.
2. NAMA DAN SIFAT
AL-QURAN :
A. Nama-nama
Al-Quran :
Allah menamakan Quran
dengan beberapa nama, diantaranya:
1. Qur`an
إِنَّ هَذَا
الْقُرْآَنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
`Al
Qur`an ini memberikan petunjuk kepada yang lebih lurus`.( al-Israa:9)
2. Kitab
لَقَدْ أَنْزَلْنَا
إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ
`Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di
dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu`.(al-Anbiyaa: 10)
3. Furqan
تَبَارَكَ الَّذِي
نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Maha
suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi
pemberi peringatan kepada seluruh alam`,(al-Furqan: 1)
4. Zikr
إِنَّا نَحْنُ
نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
`Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya`.(
al-Hijr :9)
5. Tanzil
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Dan sesungguhnya Al Qur`an ini benar-benar
diturunkan oleh Tuhan semesta alam`,(as-Syuaraa:192 ).
Catatan : Penyebutan Al-Quran dan al-kitab lebih
populer dari nama-nama yang lain. Dalam hal ini Dr. Muhammada Daraz berkata: `
ia dinamakan Quran karena ia `dibaca` dengan lisan, dan dinamakan al- kitab
karena ia `ditulis` dengan pena. Kedua kata ini menunjukkan makna yang sesuai
dengan kenyataannya`. Penamaan Quran dengan kedua nama ini memberikan isyarat
bahwa selayaknyalah ia dipelihara dalam bentuk hafalan dan tulisan.
B. Sifat-sifat
Al-Quran :
Allah telah melukiskan
Quran dengan beberapa sifat, diantaranya ;
1. Nur (cahaya ) :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا
`Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran
dari Tuhanmu. dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang`.(an-nisaa
: 174 )
2. Huda ( petunjuk
), Syifa` ( obat ), Rahmah ( rahmat ),dan Mauizah ( nasehat ) :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
`Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman`.( Yunus : 57 ).
3. Mubin ( yang
menerangkan ) :
قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ
مُبِينٌ
`Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang
menerangkan`.( al-Maidah
:15 ).
Dan sifat-sifat yang lain sebagaimana disebutkan dalam banyak ayatnya,
seperti : Mubarak ( yang diberkati ), Busyra ( kabar gembira ),`Aziz ( yang
mulia ), Majid ( yang dihormati ), Basyr ( pembawa kabar gembira ).
3. PERBEDAAN
ANTARA QURAN DENGAN HADIS QUDSI DAN HADIS NABAWI
Definisi Quran telah
dikemukakan pada halaman terdahulu. Dan untuk mengetahui perbedaan antara
definisi Quran dengan hadis kudsi dan hadis nabawi, maka disini kami kemukakan
dua definisi berikut ini :
a. Hadis Nabawi
Hadis ( baru ) dalam arti bahasa lawan qadim ( lama ). Sedang menurut
istilah pengertian hadis ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik
berupa perkataan, perbuatan persetujuan atau sifat.
§ Yang berupa
perkataan, seperti perkataan Nabi saw. : `Sesungguhnya sahnya amal itu
disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya….`
§ Yang berupa
perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana caranya
mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan : `Shalatlah seperti kamu melihat
aku melakukan shalat`. juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji,
dalam hal ini Nabi saw. Berkata : `Ambilah dari padaku manasik hajimu`.
§ Sedang yang
berupa persetujuan ialah : seperti ia
menyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan
ataupun perbuatan, dilakukan dihadapannya atau tidak, tetapi beritanya sampai
kepadanya. Misalnya : mengenai makanan baiwak yang dihidangkan kepadanya, dan
persetujuannya
§ Dan yang berupa
sifat adalah riwayat seperti : `bahwa Nabi saw. Itu selalu bermuka cerah,
berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka
berteriak keras, tidak pula bernicara kotor dan tidak juga suka mencela.`.
b. Hadis Qudsi
Lafadzh qudsi dinisbahkan
sebagai kata quds, nisbah ini mengesankan rasa hormat, karena materi
kata itu menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa. Maka kata
taqdis berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dengan tathiir, dan taqddasa
sama dengan tatahhara (suci, bersih ) Allah berfirman dengan
kata-kata malaikat-Nya : `……pada hal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan menyucikan diri kami karena Engkau.` (al-Baqarah : 30 )
yakni membersihkan diri untuk-Mu.
Secara Istilah, Hadis
Qudsi ialah hadis yang oleh Nabi saw, disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi
meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka rasul menjadi perawi kalam
Allah ini dari lafal Nabi sendiri.
Cara Periwayatan Hadits Qudsi :
Bila seseorang
meriwayatkan hadis qudsi maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan
disandarkan kepada Allah, dengan mengatakan :
1. `Rasulullah SAW
mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau ia
mengatakan: …..
Contoh : `Dari
Abu Hurairah Ra. Dari Rasulullah SAW mengenai apa yang diriwayatkannya dari
Tuhannya Azza Wa Jalla, tangan Allah itu penuh, tidak dikurangi oleh
nafakah, baik di waktu siang atau malam hari….`
2. `Rasulullah SAW
mengatakan : Allah Ta`ala telah berfirman atau berfirman Allah Ta`ala.` Contoh:
`Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW berkata : ` Allah ta`ala berfriman
: Aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia
menyebut-Ku.bila menyebut-KU didalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya didalam
diri-Ku. Dan bila ia menyebut-KU dikalangan orang banyak, maka Aku pun
menyebutnya didalam kalangan orang banyak lebih dari itu….`
c. Perbedaan Quran dengan Hadis Qudsi
Ada beberapa perbedaan antara Quran dengan hadis Qudsi,yang
terpenting diantaranya ialah :
1) Al-Quranul
Karim adalah Quran adalah mukjizat yang abadi hingga hari kiamat, bersifat
tantangan (I'jaz) bagi yang ingkar untuk membuat yang serupa dengannya, sedang
hadis Qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat.
2) Al- Quranul
karim hanya dinisbahkan kepada Allah, sehingga dikatakan: Allah ta`ala telah
berfirman, sedang hadis Qudsi- seperrti telah dijelaskan diatas-terkadang
diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah; sehingga nisbah hadis Qudsi
kepada Allah itu merupakan nisbah yang dibuatkan.
3) Seluruh isi
Quran dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah mutlak. Sedang
hadis-hadis Qudsi kebanyakannya adalah khabar ahad, sehingga
kepastiannya masih merupakan dugaan. Ada kalanya hadis Qudsi itu sahih,
terkadang hasan ( baik ) dan terkadang pula da`if (lemah).
4) Al-Quranul
Karim dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Maka dia adalah wahyu, baik dalam
lafal maupun maknanya. Sedang hadis Qudsi maknanya saja yang dari Allah, sedang
lafalnya dari Rasulullah SAW . hadis Qudsi
ialah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam lafal.
5) Membaca
Al-Quranul Karim merupakan ibadah, karena itu ia dibaca didalam salat. Sedang
hadis kudsi tidak disuruhnya membaca didalam salat. Allah memberikan pahala
membaca hadis Qudsi secara umum saja. Maka membaca hadis Qudsi tidak akan
memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis mengenai membaca Quran
bahwa pada setiap huruf akan mendapatkan kebaikan.
4. KARAKTERISTIK
AL-QURAN
Dr. Yusuf
Qaradhawi memaparkan beberapa karakteristik Al-Quran dalam kitabnya " Kaifa
Nata'amal ma'al al-Quran",( Bagaimana berinteraksi dengan Al-Quran),
secara singkatnya sebagai berikut :
1) Al-Quran adalah
Kitab Ilahi
Al-Quran berasal dari Allah
SWT, baik secara lafal maupun makna. Diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasul dan
Nabi-Nya; Muhammad saw melalui 'wahyu al-jaliy' wahyu yang jelas. Yaitu dengan
turunnya malaikat utusan Allah, Jibril a.s untuk menyampaikan wahyu kepada
Rasulullah SAW yang manusia, bukan melalui jalan wahyu yang lain ; seperti
ilham, pemberian inspirasi dalam jiwa, mimpi yang benar atau cara lainnya.
)الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آَيَاتُهُ ثُمَّ
فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ (
Artinya : Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya
disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari
sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu ( Huud 1)
2) Al-Quran adalah
Kitab Suci yang terpelihara
Diantara karakteristik
Al-Quran yang lainnya adalah ia merupakan kitab suci yang terpelihara
keasliannya. Dan Allah SWT sendiri yang menjamin pemeliharaannya, serta tidak
membebankan hal itu pada seorang pun. Tidak seperti yang dilakukan pada
kitab-kitab suci selainnya, yang hanya dipelihara oleh umat yang menerimanya.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT :
بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ
اللَّهِ
…. disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah … (Al-Maidah 44)
Adapun makna dipeliharanya al-Quran adalah Allah SWT memeliharanya dari
pemalsuan dan perubahaan terhadap teks-teksnya, seperti yang terjadi terhadap
Taurat, Injil, dan sebelumnya.
3) Al-Quran adalah
Kitab suci yang menjadi Mukjizat
Diantara karakteristik
Al-Quran adalah kemukjizatannya. Ia adalah mukjizat terbesar yang diberikan
kepada Nabi Muhammad SAW sehingga bangsa arab hanya menyebut-nyebut mukjizat
itu saja, tidak yang lainnya, meskipun dari beliau terjadi mukjizat yang lain
yang tidak terhitung jumlahnya.
4) Al-Quran adalah
Kitab Suci yang menjadi Penjelas dan dimudahkan Pemahamannya
Al-Quran adalah kitab yang
memberi penjelasan dan mudah dipahami. Tidak seperti kitab filsafat, yang
cenderung untuk menggunakan simbol-simbol dan penjelasan yang sulit, tidak pula
seperti kitab sastra yang menggunakan perlambang-perlambang, yang berlebihan
dalam menyembunyikan substansi, sehingga sulit dipahami akal.
Allah SWT menurunkan
Al-Quran agar makna-maknanya dapat ditangkap, hukum-hukumnya dapat dimengerti,
rahasia-rahasianya dapat dipahami, serta ayat-ayatnya dapat ditadabburi. Oleh
karena itu Allah SWT menurunkan Al-Quran dengan jelas dan memberi penjelasan,
tidak samar dan sulit dipahami. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ
فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Artinya : Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk
pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qomar 17)
5) Al-Quran adalah
Kitab Suci yang Lengkap
Al-Quran adalah kitab agama
yang menyeluruh, pokok agama dan ruh wujud islam. Darinya disimpulkan konsep
akidah Islam, tatacara ibadah, tuntutan akhlak, juga pokok-pokok legislasi dan
hukum. Allah SWT berfirman :
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا
لِكُلِّ شَيْءٍ
Artinya : ..dan kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu (An-Nahl
89)
6) Al-Quran adalah
Kitab Suci Seluruh Zaman
Makna Al-Quran sebagai
kitab keseluruhan zaman adalah ia merupakan kitab yang abadi, bukan kitab bagi
suatu masa tertentu, yang kemudian habis masa berlakunya. Maksudnya,
hukum-hukum Al-Quran, perintah dan larangannya, tidak berlaku secara temporer
dengan suatu kurun waktu tertentu, kemudian habis masanya.
7) Al-Quran adalah
Kitab suci bagi Seluruh Umat Manusia
Al-Quran bukanlah kitab
yang hanya ditujukan pada suatu bangsa, sementara tidak kepada bangsa yang
lain, tidak juga untuk hanya satu warna kulit manusia, atau suatu wilayah
tertentu. Tidak juga hanya bagi kalangan yang rasional, dan tidak menyentuh
mereka yang emosional dan berdasarkan intuisi.Tidak juga hanya bagi rohaniawan,
sementara tidak menyentuh mereka yang materialis. Al-Quran adalah kitab bagi
seluruh golongan manusia.
Allah SWT berfirman :
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ
Artinya : Al-Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi alam
semesta (At-Takwir 27)
Demikian beberapa
karakteristik Al-Quran, untuk penjelasan yang lebih lengkap dan menyeluruh,
rujuk kembali kitab Qardhawi yang disebutkan di atas.
I'jaz Al-Quran (Kemukjizatan Al-Quran)
Kode UQ/A/03
Pokok-pokok Materi :
1. Pengertian
I'jaz dan Mukjizat
2. Pembagian Jenis
Mukjizat & Hikmahnya
3. Perbedaan
Mukjizat Quran dengan Nabi sebelumnya
4. Macam-macam
Mukjizat Quran
1. PENGERTIAN IJAZ
QURAN DAN MUKJIZAT
a. Pengertian
i’jaz menurut bahasa:
Kata I’jaz adalah isim
mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai arti
“ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm). Kata i’jaz juga berarti
“terwujudnya ketidakmampuan”, seperti dalam contoh: a’jaztu zaidan “aku
mendapati Zaid tidak mampu".
b. Pengertian
i’jaz secara istilah:
-
Penampakan kebenaran pengklaiman
kerasulan nabi Muhammad SAW dalam ketidakmampuan orang Arab untu menandingi
mukjizat nabi yang abadi, yaitu al-Quran.
-
Perbuatan seseorang pengklaim bahwa ia
menjalankan fungsi ilahiyah dengan cara melanggar ketentuan hukum alam dan
membuat orang lain tidak mampu melakukannya dan bersaksi akan kebenaran
klaimnya.
c. Pengertian
mukjizat:
هي أمر خارق للعادة مقرون بالتحدي
سالم عن المعارضة يظهر على يد مدعي النبوة موافقاً لدعواه
Mukjizat
adalah Sebuah perkara luar biasa
(khoriqun lil ‘adah) yang disertai tantangan (untuk menirunya), yang Selamat
dari pengingkaran, dan muncul pada diri seorang yang mengaku nabi menguatkan
/menyesuaikan dakwahnya.
Catatan : Dari
pengertian mukjizat di atas, maka ada beberapa syarat disebut mukjizat,yaitu :
1) Hal
yang di luar kebiasaan : seperti tongkat berubah ular, menghidupkan orang mati,
dll
2) Disertai
Tantangan : untuk meniru, agar mereka yang ditantang merasa 'tidak mampu' untuk
kemudian mengakui bahwa itu dari Allah SWT
3) Selamat
dari pengingkaran : artinya tantangan itu berupa sebuah tantangan yang layak
bukan sesuatu yang tidak masuk akal. Misalnya : tantangan membuat Al-Quran
untuk orang Arab yg berbahasa Arab, bukan untuk orang Jawa.
4) Muncul
dari Nabi : untuk menguatkan risalah kenabiannya, jika bukan dari nabi biasa
disebut dengan Karomah.
2. PEMBAGIAN
JENIS MUKJIZAT & HIKMAHNYA
Secara umum
mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu:
a) Mu’jizat
Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini diderivasikan pada
kekuatan yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian
seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat
membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat
nabi-nabi dari bani Israil yang lain.
b) Mukjizat
Rasional (’aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak
ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Quran sebagai
mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah
yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bias abadi sampai
hari Qiamat.
Hikmah
pembagian Mukjizat :
Imam Jalaludin as-Suyuthi, berkomentar
mengenai hikmah pembagian mukjizat tersebut
dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan maukjizat yang ditanpakkan
Allah pada diri para nabi yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis
fisik. Beliau menambahkan hal itu
dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan tingkat intelegensi bani Israil.
Sementara,
sebab yang melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi
Muhammad adalah keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang
intelektual. Beliau menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalam meukjizat
rasional, maka sisi i’jaznya hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual,
lain halnya dengan mukjizat fisik yang bias diketahui dengan instrument
indrawi.
Meskipun al-Quran
diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta menafikan
mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugerahkan Allah kepadanya untuk
memperkuat dakwahnya.
3. PERBEDAAN
MUKJIZAT QURAN DENGAN NABi-NABI SEBELUMNYA
Ada beberapa perbedaan
besar antara mukjizat Al-Quran dengan mukjizat para Nabi-nabi sebelumnya,
antara lain :
a) Mukjizat Nabi
sebelumnya bersifat fisik (hissiyah), maka habis sesuai dengan berlalunya
zaman. Generasi setelahnya tidak lagi bisa menyaksikan mukjizat tersebut.
Sementara Al-Quran adalah mukjizat yang terjaga, abadi dan berkelanjutan.
Karenanya hingga hari ini masih banyak temuan-temuan tentang mukjizat Al-Quran.
b) Mukjizat
Nabi-nabi sebelumnya terfokus pada 'penakjuban pandangan', sementara mukjizat
Al-Quran mengarah pada 'pembukaan hati dan penundukan akal', karena itu daya
pengaruhnya lama dan bertahan. Sementara mukjizat 'pandangan' kadang begitu
mudah terlupakan.
c) Mukjizat Nabi
sebelumnya di luar konteks isi risalah mereka dan tidak bersesuain, karena
fungsinya utamanya hanya untuk menguatkan kenabian atau membuktikan bahwa
mereka adalah utusan Allah SWT. Contoh : menghidupkan orang mati, tongkat
menjadi ular, tidak ada hubungan langsung dengan isi kitab Taurat dan Injil.
Sementara Al-Quran benar-benar mukjizat yang bersesuaian dan menguatkan isi
risalah kenabian.
4. BIDANG MUKJIZAT
AL-QURAN
Mukjizat al-Quran terdiri
dari berbagai macam segi mukjizat, antara lain :
A. Segi
bahasa dan susunan redaksinya ( I'jaz Lughowi)
Sejarah
telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah mencapai
tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini,
baik sebelum dan sesudah mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah).
Mereka juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam
kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun
kata-kata, serta kelancaran logika.
Oleh karena bangsa Arab telah
mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab
itulah al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang
tidak bias dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syi’ir atau
prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai
oleh selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan
ketika dihadapkan dengan al-Quran.
B. Segi
isyarat ilmiah ( I'jaz Ilmi)
Pemaknaan
kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah diantaranya :
1) Dorongan
serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas
dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.
2) Al-Quran
memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran ilmu pengetahuan
sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah
cenderung restriktif.
3) Al-Quran
dalam mengemukakan dalil-dalil, argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah,
menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap pada zaman
atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini. Diantaranya adalah :
a. Isyarat
tentang Sejarah Tata Surya .
Allah SWT berfirman : “Dan Apakah orang-orang yang kafir
tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS.
Al-Anbiya’: 30).
b. Isyarat
tentang Fungsi Angin dalam Penyerbukan Bunga
Allah SWT berfirman :
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami
turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan
sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22)
c. Isyarat
tentang Sidik Jari manusia
Allah SWT berfirman : “ Bukan demikian, Sebenarnya kami Kuasa menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna" . (QS Al-Qiyamah 4)
Catatan : Banyak
buku yang sudah di tulis mengenai masalah Keajaiban Ilmiah Al-Quran, ada yang
menyebutnya dengan Mukjizat Ilmiah, dan ada pula yang membuat bahasan lain dan
menyebutnya dengan Tafsir Ilmiah. Beberapa ulama berbeda pendapat tentang
tafsir Ilmiah, khususnya jika yang terjadi adalah memaksakan ayat-ayat Quran
untuk koheren dengan teori-teori ilmiah hasil penelitian manusia. Rujuk kembali
perbedaan seputar ini dalam kitab : Bagaimana berinteraksi dengan Al-Quran
(Kaifa nata'amal ma'al quran) -Dr.Yusuf Qaradhawi.
C. Segi
Sejarah & pemberitaan yang ghaib (I'jaz tarikhiy)
Surat-surat dalam al-Quran
mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Quran dalam memberikan
informasi-informasi tentang hal-hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama
penopang eksistensinya sebgai kitab mukjizat. Diantara contohnya adalah:
1. Sejarah
/ Keghaiban masa lampau.
Al-Quran sangat jelas dan fasih seklai dalam menjelaskan
cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti
jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak
terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa & Firaun,
Ibrahim, Nabi Yusuf, bahkan percakapan antara anak-anak Adam as.
2. Kegaiban
Masa Kini
Diantaranya terbukanya niat busuk orang munafik di masa
rasulullah. Allah SWT berfirman : Dan di antara manusia ada orang yang
ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada
Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling
keras.(QS. Al-Baqoroh: 204)
3. Ramalan
kejadian masa mendatang
Diantaranya ramalan kemenangan Romawi atas Persia di awal
surat ar-Ruum.
D. Segi
petunjuk penetapan hukum ( I'jaz Tasyri'i)
Diantara hal-hal yang
mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa al-Quran
adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi umat
manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Quran untuk
mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Meskipun
memang banyak aturan hukum dari Al-Quran yang secara 'kasat mata' terlihat
tidak adil, kejam dan sebagainya, tetapi sesungguhnya di balik itu ada
kesempurnaan hukum yang tidak terhingga.
Diantara produk hukum Al-Quran
yang menakjubkan dan penuh hikmah tersebut antara lain :
a. Hukuman
Hudud bagi pelaku Zina, Pencurian, dsb (QS An-Nuur 2-3)
b. Hukuman
Qishos bagi Pembunuhan ( QS Al-Baqoroh 178-180)
c. Hukum
Waris yang detil (QS An- Nisa 11-12)
d. Hukum
Transaksi Keuangan dan Perdagangan.(QS Al-Baqoroh 282)
e. Hukum
Perang & Perdamaian. (QS Al-Anfal 61)
f.
Dan lain-lain
Tentang Wahyu
Kode
UQ/A/04
Pokok-pokok
Materi :
1. Arti
Wahyu
2. Proses
Wahyu Allah pada Malaikat
3. Proses
Turunnya Wahyu Kepada Nabi
4. Beberapa
Tuduhan & Jawaban seputar Wahyu
1. ARTI
WAHYU
a. Pengertian
Wahyu secara Bahasa
Dikatakan wahaitu
ilaih dan auhaitu, bila kita berbicara kepadanya agar tidak
diketahui orang lain. Wahyu adalah isyarat yang cepat. Itu terjadi melalui
pembicaran yang berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara semata,
dan terkadang pula melalui isyarat dengan sebagian anggota badan.
Al-wahy atau wahyu adalah kata
masdar ( infinitif ); dan materi kata itu menunjukkan dua pengertian dasar,
yaitu ; tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu maka dikatakan bahwa wahyu adalah
: pemberitahuan secara tersembunyi
dan cepat dan khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui
orang lain.
b. Pengertian
Wahyu dalam Istilah Syar'i
Secara istilah wahyu didefinisikan sebagai : kalam Allah
yang diturunkan kepada seorang Nabi`. Definisi ini menggunakan pengertian
maf`ul, yaitu al muha ( yang diwahyukan ).
Ustadz
Muhammad Abduh membedakan antara wahyu dengan ilham . Ilham itu intuisi yang
diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa
mengetahui dari mana datangnya. Hal sepeti itu serupa dengan rasa lapar, haus
sedih da senang.
2. CARA
WAHYU TURUN PADA MALAIKAT
Didalam Al- Quranul Karim
terdapat nash mengenai kalam Allah kepada para malaikatnya : diantaranya :
1) `Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: `Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.` Mereka berkata: `Mengapa Engkau
hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya .`(
al-Baqarah : 30 ).
2) Juga
terdapat nash tentang wahyu Allah kepada mereka : `Ketika Tuhanmu mewahyukan
kepada para malaikat : `Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan
orang-orang yang telah beriman`.( al-Anfal : 12 ).
3) Disamping
itu ada pula nash tentang para malaikat yang mengurus urusan dunia menurut
perintah-Nya. `Demi malaikat yang mebagi-bagi urusan.`( ad-dzariyat : 4 ).
Nash-nash diatas dengan tegas
menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada para malaikat tanpa perantaraan dan
dengan pembicaraan yang dipahami oleh para malaikat itu. Hal itu diperkuat oleh
hadis dari Nawas bin Sam`an r.a yang mengatakan :
Rasulullah SAW
berkata :
`Apabila Allah hendak
memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu; maka
langitpun tergetarlah dengan getaran- atau Dia mengatakan dengan goncangan-yang
dahsyat karena takut kepada Allah Azza wa jalla. Apa bila penghuni langit
mendengar hal itu, maka pingsan dan bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang
pertama sekali mengangkat muka diantara mereka itu adalah jibril, maka Allah
membicarakan wahyu itu, kepada jibril menurut apa yang dikehendaki-Nya.
Kemudian jibril berjalan melintasi para malikat, setiap kali dia melalui satu
langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu; apa yang telah
dikatakan oleh Tuhan kita wahai jibril ? jibril menjawab : Dia mengatakan yang
hak. Dan Dialah yang maha tinggi lagi Maha Besar. Para malikatpun mengatakan
seperti apa yang dikatakan jibril. Lalu jibril menyampaikan wahyu itu seperti
apa yang diperintahkan Allah azza wajalla.`
Hadits di atas menjelaskan
bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, dan para malikatnya
mendengar-Nya. Dan pengaruh wahyu itupun sangat dahsyat; apa bila pada
lahirnya- didalam perjalanan jibril untuk menyampaikan wahyu-hadis diatas
menunjukkan turunnya wahyu khusus mengenai Quran, akan tetapi hadis tersebut
juga menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum.
3. CARA
WAHYU ALLAH TURUN KEPADA PARA RASUL
Allah memberikan wahyu kepada
para rasul-Nya ada yang melalui perantaraan dan ada yang tidak.
CARA PERTAMA :
TANPA MELALUI PERANTARAAN.
Diantaranya
ialah dengan :
1) Mimpi
yang benar didalam tidur.
`Dari Aisyah r.a
dia berkata : sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar diwaktu
tidur, beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya di waktu pagi hari.`
Di antara alasan yang
menunjukkan bahwa mimpi yang benar bagi para Nabi adalah wahyu yang wajib
diikuti, ialah mimpi Nabi Ibrahim agar menyembelih anaknya, Ismail. `( as-Saffat : 101-112 ).
Mimpi yang benar itu tidaklah
khusus bagi para rasul saja, mimpi yag demikian itu tetap ada pada kaum mukminin,
sekalipun mimpi itu bukan wahyu.hal itu seperti dikatakan oleh Rasulullah SAW :
`Wahyu telah terputus, tetapi berita-berita gembira tetap ada, yaitu mimpi
orang mukmin.`
Mimpi yang benar bagi para nabi
diwaktu tidur itu merupakan bagian pertama dari sekian macam cara Allah
berbicara seperti yang disebutkan didalam firman- Nya:
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ
إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ
مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
`Dan tidak
mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali
dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang
utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.`(as-Syuraa : 51 ).
2) Kalam
ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara.
Yang demikian itu terjadi pada
Nabi Musa a.s. Sebagaimana firman Allah SWT :
لَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ
رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ
Artinya :Dan
tatkala Musa datang untuk pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman kepadanya, berkatalah Musa: `Ya Tuhanku, nampakkanlah kepadaku agar
aku dapat melihat kepada Engkau`.( al-Araaf : 143 ).
Demikian pula menurut pendapat
yang paling sah, Allah pun telah berbicara secara langsung kepada Rasul kita
Muhammad saw. Pada malam isra` dan mi`raj. Yang demikian ini yang termasuk
bagian kedua dari apa yang disebutkan oleh ayat diatas ( atau dari balik tabir
).
CARA KEDUA MELALUI
PERANTARAAN MALAIKAT
Ada dua cara
penyampaian wahyu oleh malaikat kepada Rasul :
1) Cara
pertama
: Datang kepadanya suara seperti dencingan lonceng dan suara yang amat kuat
yang mempengaruhi faktor-faktor kesadaran, sehingga ia dengan segala
kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Cara ini yang paling berat baat Rasul.
Apa
bila wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW dengan cara ini maka ia
mengumpulkan semua kekuatan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan
memahaminya. Dan mungkin suara itu sekali suara kepakan sayap-sayap malaikat,
seperti diisyaratkan didalam hadis .
2) Cara kedua : Malaikat menjelma
kepada rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia. Cara ini lebih
ringan dari pada yang sebelumnya. Karena ada kesesuaian antara pembicara dan
pendengar. Rasul meraa senang sekali mendengar dari utusan pembawa wahyu itu.
Karena merasa seperti manusia yang berhadapan saudaranya sendiri.
Keduanya cara di atas disebutkan
dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mu`minin r.a bahwa haris bin
Hisyam r.a bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai hal itu dan jawab Nabi : `
Kadang-kadang ia datang kepadaku bagaikan dencingan lonceng, dan itulah yang
paling berat bagiku, lalu ia pergi, dan aku telah menyadari apa yang
dikatakannya. Dan terkadang malaikat menjelma kepadaku sebagai seorang
laki-laki, lalu dia berbicara kepadaku, dan akupun memahami apa yang ia
katakan`.
Aisyah juga meriwayatkan apa
yang dialami Rasulullah SAW berupa kepayahan , dia berkata : `Aku pernah
melihatnya tatkala wahyu sedang turun kepadanya pada suatu hari yang amat
dingin, lalu malaikat itu pergi. Sedang keringatpun mengucur dari dahi
Rasulullah`.
4. TUDUHAN &
JAWABAN SINGKAT SEPUTAR WAHYU
Permasalahan wahyu
sering menjadi sasaran tuduhan kaum jahiliyan dari dulu hingga sekarang ( kafir
qurays hingga orientalis masa kini ) dalam rangka mengkaburkan keyakinan kaum
muslimin dan menjauhkan mereka dari Al-Quran, diantaranya sebagai berikut :
Pertama : Meraka mengira bahwa Qur`an dari
pribadi Muhammad; dengan menciptakan maknanya dan dia pula yang menyusun `
bentuk gaya bahasanya` ; Qur`an bukanlah wahyu.
Kita jawab dengan, bagaimana dengan ayat-ayat
Al-Quran yang jelas-jelas 'memperingatkan' & 'menyalahkan' Rasulullah SAW
dalam beberapa momentum, seperti ketika Rasulullah SAW mendahulukan mendakwahi
pembesar quraiys dan tidak mempedulikan Abdullah bin Ummi Maktum ? (QS Abasa
1-10), atau saat Rasulullah SAW memutuskan untuk menyerahkan tawanan perang
Badr dengan tebusan ?. Maka jika itu benar buatan Nabi, sungguh mustahil Nabi
berbuat sesuatu lalu menegur dirinya sendiri.
Begitu pula saat momentum lain, dengan peristiwa yang
dikenal sebagai haditsul ifki, dimana kehormatan keluarga nabi tercoreng
dengan isu yang melanda seisi kota tentang ketidaksetiaan ibunda Aisyah. Kasus
ini cukup lama membuat Madinah bergejolak, tapi Rasulullah SAW bergeming dan
menunggu jawaban tuntas dari Al-Quran untuk membebaskan ibunda Aisyah dari
tuduhan tersebut. Sekiranya nabi sendirilah yang membuat al-Quran, maka
mestinya ia tidak perlu repot-repot menunggu turunnya wahyu dengan kondisi yang
segenting itu.
Kedua : Mereka
menyangka bahwa Rasulullah SAW mempunyai ketajaman otak, kedalaman penglihatan,
kekuatan firasat, kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang
benar, yang menjadikannya memahami ukuran ukuran yang baik dan yang buruk,
benar dan salah melalui ilham ( inspirasi ), serta mengenali perkara-perkara
yang rumit melalui kasyaf. Sehingga Qur`an itu tidak lain dari pada hasil
penalaran intelektual dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya
bahasa dan retorikanya.
Kita
Jawab, bahwa segi
berita yang merupakan bagian terbesar dalam Quran tidak diragukan oleh orang
yang berakal bahwa apa yang diterimanya hanya berdaarkan kepada penerimaan dan
pengajaran. Qur`an telah menyebutkan berita-berita tentang umat terdahulu,
golongan-golongan dan perisiwa sejarah dengan kejadian-kejadiannya yang benar
dan cermat, seperti halnya yang disaksikan oleh saksi mata. Sekalipun masa yang
dilalui oleh sejarah itu sudah amat jauh. Bahkan sampai pada kejadian pertama
alam semesta ini. Begitu pula ayat yang menjelaskan tentang hari kiamat, serta
gambaran surga dan neraka dengan lengkap. Hal demikian tentu tidak dapat
memberikan tempat bagi penggunaan pikiran dan kecermatan firasat. Secerdas
apapun manusia, bahkan hingga hari ini dengan zaman yang penuh teknologi, tetap
tidak bisa menyentuh pemberitaan-pemberitaan ghaib tersebut.
Ketiga : Mereka menyangka bahwa Muhammad telah
menerima ilmu-ilmu Quran dari seorang guru.
Kita
jawab bahwasanya Muhammad SAW tumbuh dan
hidup dalam keadaan buta huruf dan tak seorang pun diantara masyarakatnya yang
membawa simbol ilmu dan pengajaran, ini adalah kenyataan yang disaksikan oleh
sejarah, dan tidak dapat diragukan. Bahkan kita juga menyaksikan bahwa beliau
di masa kecilnya tidak tumbuh dengan bimbingan khusus dari ayahandanya dan juga
kakeknya. Oleh pamannya Abu Tholib, Muhammad SAW justru lebih diarahkan untuk menjadi
pedagang, hingga ikut serta dalam perjalanan dagangnya ke negri Syam yang
akhirnya bertemu dengan pendeta Bukhaira. Tetapi meskipun dengan pendeta
tersebut, Muhammad SAW yang masih kecil waktu itu tidak sekalipun menimba ilmu
apapun dari pendeta tersebut.
Turunnya Al-Quran
Kode : UQ/A/05
Pokok-pokok Materi :
1. Tahapan
Turunnya Al-Quran dan Pendapat Ulama seputarnya
2. Hikmah Turunnya
Al-Quran dengan berangsur-angsur
1. TAHAPAN
TURUNNYA AL-QURAN
Allah SWT menjelaskan secara umum tentang turunnya
Al-Quran dalam tiga tempat dalam Al-Quran, masing-masing :
a) Al-Quran
diturunkan pada bulan Ramadhan
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ
الْقُرْآَنُ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur`an ( al-Baqarah: 185 ).
b) Al-Quran
diturunkan pada malam Lailatul Qadar
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam lailatul qadar.` ( al-Qadr : 1 )
c) Al-Quran
diturunkan pada malam yang diberkahi
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya ( Qur`an ) pada malam yang
diberkahi.` (QS ad-Dhukhan:
3 ).
Ketiga ayat diatas tidak bertentangan, karena malam
yang diberkahi adalah malam lailatul qadar dalam bulan ramadhan. Tetapi lahir (
zahir ) ayat-ayat itu bertentangan dengan kehidupan nyata Rasulullah SAW ,
dimana Qur`an turun kepadanya selama dua puluh tiga tahun.
Dalam hal ini para ulama mempunyai dua madzab pokok ,
dan satu madzhab lainnya:
1) Madzhab pertama
yaitu, pendapat Ibn Abbas dan sejumlah ulama serta yang dijadikan pegangan oleh
umumnya para ulama.
Yang dimaksud dengan turunnya Qur`an dalam ketiga ayat
diatas adalah turunnya Qur`an sekaligus di Baitul `Izzah dilangit dunia agar
para malaikat menghormati kebesarannya. Kemudian sesudah itu Qur`an diturunkan
kepada rasul kita Muhammad saw. Secara bertahap selama dua puluh tiga tahun.
sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sejak dia diutus sampai
wafatnya.
Pendapat ini didasarkan pada berita-berita yang sahih
dari Ibn Abbas dalam beberapa riwayat. Antara lain:
a. Ibn Abbas
berkata: ` Qur`an sekaligus diturunkan ke langit dunia pada malam lailatul
qadar, kemudian setelah itu ia diturunkan selama dua puluh tahun.` Lalu ia
membacakan: `Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu sesuatu yang
ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya .`( al-Furqan : 33 ).
وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى
النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا
`Dan Al Qur`an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar
kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian.` (al-Isra` : 106 ).
b. Ibn Abbas r.a
berkata: ` Qur`an itu dipisahkan dari az-Zikr, lalu diletakkan dai baitul
Izzah di langit dunia. Maka jibril mulai menurunkannya kapada Nabi saw.`
c. Ibn Abbas r.a
mengatakan : ` Allah menurunkan Qur`an sekaligus kelangit dunia , temmponya
turunnya secara berangsur-angsur. Lalu Dia menurunkannya kepada Rasulnya bagian
demi bagian.`
d. Ibn Abas r.a
berkata : `Qur`an diturunkan pada malam lailatul qadar, pada bulan ramadhan
ke langit dunia sekaligus; lali ia diturunkan secara berangsur-angsur.`
2) Madzhab kedua,
yaitu yang diriwayatkan oleh as-Sya`bi .
Bahwa yang dimaksud dengan turunnya Quran dalam
ketiga ayat diatas adalah permulaan turunnya Qur`an pada Rasulullah SAW. Permulaan
turunnya Quran itu di mulai pada malam lailatul qadar di bulan ramadhan,
yangv merupakan malam yang di berkahi. Kemudian turunnya berlanjut sesudah itu
secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa-peristiwa selam kurang
lebih dua puluh tiga tahun.
Dengan demikian Qur`an hanya satu macam cara turun,
yaitu turun secara bertahap kepada Rasulullah SAW seba yang demikian inilah
yang dinyatakan dalam Qur`an :
وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى
النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا
`Dan Al Qur`an itu telah
Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan
kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.` (al-Isra`: 106 )
3) Madzhab ketiga
Bahwa Qur`an diturunkan kelangit dunia selama dua
puluh tiga malam lalilatul qadar yang pada setiap malamnya selama malam-malam
lailatul qadar itu ada yang ditentukan Allah untuk diturunkan pada setiap
tahunnya. Dan jumlah wahyu yang diturunkan kelangit dunia pada malam lailatul
qadar , untuk masa satu tahun penuh itu kemudian diturunkan secara
berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW sepanjang tahun. Madzab ini adalah hasil
ijtihad sebagian mufasir.. pendapat ini tidak mempunyai dalil.
KESIMPULAN :
Adapun madzab kedua yang diriwayatkan dari as-Sya`bi
, dengan dali-dalil yang sahih dan dapat diterima,tidaklah bertentang dengan
madzab yang pertama yang diriwayatkan dari Ibn Abbas. Dengan demikian maka
pendapat yang kuat ialah bahwa Al-Quran Al-Karim itu dua kali diturunkan:
·
Pertama: diturunkan secara sekaligus pada malam
lailatul qadar ke baitul Izzah di langit dunia.
·
Kedua: diturunkan kelangit dunia ke bumi secara
berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun.
Catatan : Imam Al-Qurtubi telah menukil dari Muqatil bin Hayyan riwayat
tentang kesepakatan ( ijma`) bahwa turunnya Qur`an sekaligus dari lauhul mahfuz
ke baitul izzah di langit dunia. Ibn
Abbas memandang tidak ada pertentangan antara ke tiga ayat diatas yang
berkenaan dengan turunnya Qur`an dengan kejadian nyata dalam kehidupan
Rasulullah SAW bahwa Qur`an itu turun selam dua puluh tiga tahun yang bukan
bulan ramadan.
2. HIKMAH TURUNNYA
QUR`AN SECARA BERTAHAP
Kita dapat menyimpulkan
hikmah turunnya Qur`an secara bertahap dari nash-nash yang berkenaan dengan hal
itu. Dan kami meringkaskannya sebagai berikut :
1) Menguatkan atau
meneguhkan hati Rasulullah SAW .
Rasulullah SAW telah menyampaikan dakwahnya kepada
menusia, tetapi ia menghadapi sikap mereka yang membangkang dan watak yang
begitu keras. Ia ditantang oleh orang-orang yang berhati batu, berperangai
kasar dan keras kepala. Mereka senantiasa melemparkan berbagai macam gangguan
dan ancaman kepada Rasul. Wahyu
turun kepada Rasulullah SAW dari waktu kewaktu sehingga dapat meneguhkan
hatinya atas dasar kebenaran dan memperkuat kemauannya untuk tetap melangkahkan
kaki dijalan dakwah tanpa menghiraukan perlakuan jahil yang dihadapinya dari
masyarakatnya sendiri.
Contoh dari ayat-ayat tersebut, diantaranya sebagai
berikut:
a) Ayat yang
berisi anjuran langsung untuk bersabar
`Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka
dengan cara yang baik. Dan biarkanlah Aku bertindak terhadap orang-orang yang
mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah
mereka barang sebentar.`(al-Muzammil:10-11
)
b) Ayat dari
kisah-kisah nabi dan ajakan mengambil contoh keteguhan mereka
Demikianlah hikmah yang terkandung dalam kisah para Nabi yang terdapay
dalam Qur`an: `Dan kisah rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah
yang dengannya Kami terguhkan hatimu.` (Hud : 120 )
c) Ayat yang
berisi janji-janji kemenangan
`Allah telah menetapkan: `Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang`.
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.` (al-Mujadalah: 21 ).
Setiap kali
penderitaan Rasulullah SAW bertambah karena didustakan oleh kaumnya dan merasa
sedih karena penganiayaan mereka, maka Qur`an turun untuk melepaskan derita dan
menghiburnya serta mengancam orang-orang yang mendustakan bahwa Allah
mengetahui hal ihwal mereka dan akan membalas apa yang melakukan hal itu.
2) Menjawab Tantangan
dan sekaligus Mukjizat.
Orang-orang musyrik senantiasa
berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga melampaui batas. Mereka sering
mangajukan pertanyaan-pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menentang. Untuk
menguji kenabian Rasulullah. Mereka juga sering menyampaikan kepadanya hal-hal
batil yang tak masuk akal, seperti menanyakan tentang hari kiamat, lalu
turunlah ayat :
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat:
"Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan
tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan
waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru haranya bagi
makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu
melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu
benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang
bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak
Mengetahui". (Al-A'roof
187)
Jadi hikmah yang bisa kita
tangkap disini adalah, bahwasanya turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur
juga agar bisa menjawab tantangan-tantangan yang senantiasa dimunculkan oleh
kaum kafir qurays, yahudi, bahkan juga kaum munafik.
Hikmah seperti ini telah diisyaratkan oleh keterangan
yang terdapat dalam beberapa riwayat dalam hadis Ibn Abbas mengenai turunnya Qur`an
: `Apa bila orang-orang musyrik mengadakan sesuatu, maka Allah pun mengadakan
jawabannya atas mereka.`
3) Mempermudah
Hafalan dan Pemahamannya.
Al-Quran Al-Karim turun ditengah-tengah umat yang
ummi, yang tidak pandai membaca dan menulis, catatan mereka adalah daya hafalan
dan daya ingatan. Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang tata cara
penulisan dan pembukuan yang dapat memungkinkan mereka menuliskan dan
membukukannya, kemudian menghafal dan memuhaminya. Umat yang buta huruf itu
tidaklah mudah untuk menghafal seluruh Qur`an apa bila Al-Quran Al-Karim
diturunkan sekaligus, dan tidak mudah pula bagi mereka untuk memahami maknanya
serta memikirkan ayat-ayatnya, jelasnya bahwa Al-Quran Al-Karim secara
berangsur itu merupakan bantuan terbaik bagi mereka untuk menghafal dan
memahami ayat-ayatnya.
Setiap kali turun satu atau beberapa ayat, para
sahabat segara menghafalkannya. Memikirkan maknanya dan memahami
hukum-hukumnya. Tradisi demikian ini menjadi suatu metode pengajaran dalam
kehidupan para Tabi`in.
·
Abu Nadrah berkata,`Abu Saad al-Khudri mengajar
kan Qur`an kepada kami, lima ayat diwaktu pagi, dan lima ayat di waktu petang.
Dia memberitahukan bahwa jibril menurunkan Al-Quran Al-Karim lima ayat-lima
ayat.`
·
Dari Khalid bin Dinar dikatakan, `Abul `Aliyah
berkata kepada kami `Pelajarilah Qur`an itu lima ayat demi lima ayat; karena
Nabi saw mengambil dari jibril lima ayat demi lima ayat.`
·
Umar berkata, `Pelajarilah Quran itu lima ayat
demi lima ayat, karena jibril menurunkan Quran kepada Nabi saw. Lima ayat demi
lima ayat.`
4) Kesesuaian
dengan Peristiwa-peristiwa Pentahapan dalam Penetapan Hukum.
Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada
agama yang bau ini seandainya Al-Quran Al-Karim tidak menghadapi mereka dengan
cara yang bijaksanadan memberikan kepada mereka beberapa obat penawar yang
ampuh yang dapat menyembuhkan mereka dari kerusakan dan kerendahan martabat.
Setiap kali terjadi suatu peristiwa, diantara mereka , maka turunlah hukum
mengenai peristiwa itu yang menjelaskan statusnya dan penunjuk serta meletakkan
dasar-dasar perundang-undangan bagi mereka, sesuai dengan situasi dan kondisi,
satu demi satu. Dan cara ini menjadi obat bagi hati mereka.
Tahapan Pengharaman Khamr
Contoh yang paling jelas mengenai penetapan hukum
yang berangsur-angsur itu ialah diharamkannya minuman keras, mengenai hal ini
pertama-tama Allah berfirman :
a) Pertama, Allah SWT berfirman : Dan dari buah korma dan
anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan.`(an-Nahl:
67).
Ayat ini menyebutkan tentang karunia Allah apa
bila yang di maksud dengan `sakar` ialah khamr atau minuman keras dan yang
dimaksud dengan `rezeki` ialah segala yang dimakan dari kedua pohon tersebut
seperti kurma dan kismis-dan inilah pendapat jumhur ulama- maka pemberian
predikat `baik` kepada rezeki sementara sakar tidak diberinya, merupakan
indikasi bahwa dalam hal ini pijian Allah hanya ditujukan kepada rezeki dan
bukan kepada sakar, kemudian turun firman Allah:
b) Kedua, Allah SWT berfirman : `Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: `Pada keduanya terdapat dosa yang
besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfa`atnya`.(al-Baqarah:219).
Ayat ini
membandingkan antara manfaat minuman keras (khamr) yang timbul sesudah
memminumnya seperti kesenangan dan kegairahan atau keuntungan karena
memperdagangkannya, dengan bahaya yang diakibatkannya seperti dosa, bahaya bagi
kesehatan tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan
dorongan-dorongan untuk berbuat kenistaan dan durhaka. Ayat tersebut menjauhkan
khamr dengan cara menonjolkan segi bahayanya dari pada manfaatnya, kemudian
turun firman Allah:
c) Ketiga : Allah SWT berfirman : `Wahai orang-orang
yang beriman , janganlah kamu salat sedang kamu dalam keadaan mabuk.`(an-Nisa`:
43 ).
Ayat ini menunjukkan larangan minuman khamr pada
waktu-waktu tertentu bila pengaruh minuman itu akan sampai kewaktu salat, ini
mengingat adanya larangan mendekati salat dalam keadaan mabuk, samppai pengaruh
minuman itu hilang dan mereka mengetahui apa yang mereka baca dalam salatnya,
selanjutnya firman Allah:
d) Keempat : Firman
Allah :`Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala,
mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan
itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu.`(al-Maidah:90-91)
Ini merupakan pengharaman secara pasti dan tegas
terhadap minuman dalam segala waktu.
Hikmah penetapan hukum dengan
sistem bertahap ini lebih lanjut diungkapkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Aisyah r.a ketika mengatakan : `Sesungguhnya yang pertama kali turun dari
Qur`an ilah surah Mufassal yang didalamnya disebutkan surga dan neraka,
sehingga ketika manusia telah berlari kepada Islam, maka turunlah hukum haram
dan halal. Kalau sekiranya yang turun pertama kali adalah `jJanganlah kamu
meminum khamr` tentu meraka akan menjawab: ` Kami tidak akan meninggalkan khamr
selamanya.` Dan kalau sekiranya yang pertama kali turun ialah ; janganlah kamu
berzina, tentau mereka akan menjawab: `Kami tidak akan meninggalkan zina
selamanya.`
5) Bukti Yang
Pasti Bahwa Al-Quran Al-Karim Diturunkan Dari Sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha
Terpuji.
Qur`an yang turun secara berangsur kepada Rasulullah SAW
dalam waktu lebih dari dua puluh tahun ini ayat-ayatnya turun dalam selang
waktu tertentu, dan selama ini orang membacanya an mengkajinya surah demi
surah. Ketika ia melihat rangkaiannya begitu padat, tersusun cermat sekali
dengan makna yang saling bertaut, dengan gaya yang begitu kuat, serta ayat demi
ayat dan surah demi surah saling terjalin bagaikkan untaian mutiara yang indah
yang belum ada bandingannya dalam perkataan manusia .
Seandainya Qur`an ini perkataan manusia yang
disampaikan dalam berbagai situasi, peristiwa dan kejadian, tentulah didalamnya
terjadi ketidak serasian dan saling bertentangan satu dengan yang lainnya,
serta sulit terjadi keseimbangan.
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ
لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
`Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Qur`an ? Kalau kiranya Al Qur`an itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.`(an-Nisa`:82 ).
Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Kode UQ/A/06
Pokok-pokok Materi :
1. Perhatian Ulama
tentang Makki dan Madaniyah
2. Pengertian
Makkiyah dan Madaniyah
3. Kekhususan
& Ciri ayat Makkah & ayat Madaniyah
4. Hikmah
mengetahui Makkah dan Madaniyah
1. PERHATIAN ULAMA
TERHADAP MAKKIYAH & MADANIYAH
Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki
surah-surah makki dan madani. Mereka meneliti Qur`an ayat demi ayat dan
surah-demi surah untuk ditertibkan, sesuai dengan nuzulnya, dengan
memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka
mengumpulkan antara waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan
ketentuan cermat yang memberikan pada peneliti obyektif, gambaran mengenai
penyelidikan, ilmiah tentang ilmu makki dan madani. Dan itu pula sikap ulama
kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap aspek kajian Qur`an
lainnya.
Yang terpenting dipelajari para ulama dalam
pembahasan ini adalah :
1) Yang diturunkan
di mekkah,
2) Yang diturunkan
di madinah,
3) Yang
diperselisihkan,
4) Ayat-ayat
makiah dalam surah-surah madaniah,
5) Ayat-ayat
madinah dlam surat makkiah,
6) Yang diturunkan
di mekkah sedang hukumnya madani,
7) Yang diturunkan
di mekkah sedang hukumnya madani,
8) Yang serupa
dengan yang diturunkan di mekkah ( makki ) dalam kelompok madani,
9) Yang serupa
dengan yang diturunkan di madinah ( madani ) dalam kelompok makki;
10) Yang dibawa
dari mekkah ke madinah,
11) Yang dibawa
dari madinah ke mekkah,
12) Yang turun di
waktu malam dan siang,
13) Yang turun
dimusim panas dan dingin,
14) Yang turun
diwaktu menetap dan dalam perjalanan.
Inilah macam-macam ilmu
Qur`an yang pokok, berkisar disekitar makki dan madani, oleh karena dinamakan `
ilmul makki dan madani` .
2. PENGERTIAN
MAKKIYAH & MADANIYAH SERTA PERBEDAANNYA
Cara menentukan Makki dan
Madani :
Untuk mengetahui dan
menentukan makki dan madani para ulama bersandar pada dua cara utama :
·
Manhaj sima`i naqli ( metode pendengaran seperti apa adanya ) dan
·
Manhaj qiyasi ijtihadi ( menganalogikan dan ijtihad ).
Cara sima'i
naqli : didasarkan
pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan menyaksikan
turunnya wahyu. Atau dari para tabi`in yag menerima dan mendengar dari para
sahabat sebagaiamana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya
wahyu itu. Sebagian besar penentuan makki dan madani itu didasarkan pada cara
pertama. Dan cotoh-contoh diatas adalah bukti paling baik baginya. Penjelasan
tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitab-kitab tafsir bil ma`tsur. Kitab
asbabun Nuzul dan pembahasan-pembahasan mengenai ilmu-ilmu Qur`an.
Cara qiysi
ijtihadi : didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani.
Apa bila dalam surah makki terdapat suatu ayat yang mengandung ayat madani atau
mengandung persitiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madani. Dan
sebaliknya. Bila dalam satu surah terdapat ciri-ciri makki, maka surah itu
dinamakan surah makki. Juga sebaliknya. Inilah yang disebut qiyas ijtihadi.
Perbedaan Makki dan Madani
Untuk membedakan makki dan madani, para ulama
mempunyai tiga cara pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.
1) Pertama: Dari
segi waktu turunnya.
Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan dimekkah.
Madani adalah yang turun sesudah hijrah meskipun bukan di madinah. Yang
diturunkan sesudah hijrah sekalipun dimekkah atau Arafah adalah madani
Contoh : ayat yang
diturunkan pada tahun penaklukan kota makkah , firman Allah: `Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak…` ( an-Nisa` :
58 ). Ayat ini diturunkan di mekkah dalam ka`bah pada tahun penaklukan mekkah.
Pendapat ini lebih baik dari kedua pendapat berikut. Karena ia lebih memberikan
kepastian dan konsisten.
2) Kedua : Dari
segi tempat turunnya.
Makki adalah yang turun di mekkah dan sekitarnya. Seperti Mina, Arafah
dan Hudaibiyah. Dan Madani ialah yang turun di madinah dan sekitarnya. Seperti
Uhud, Quba` dan Sil`. Pendapat ini mengakibatkn tidak adanya pembagian secara
konkrit yang mendua. Sebab yang turun dalam perjalanan, di Tabukh atau di
Baitul Maqdis tidak termasuk kedalam salah satu bagiannya, sehingga ia tidak
dinamakan makki ataupun madani. Juga mengakibatkan bahwa yang diturunkan
dimakkah sesudah hijrah disebut makki.
3) Ketiga : Dari
segi sasaran pembicaraan.
Makki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk mekkah dan madani
ditujukan kepada penduduk madinah. Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya
menyatakan bahwa ayat Qur`an yang mengandung seruan yaa ayyuhannas (
wahai manusia ) adalah makki, sedang ayat yang mengandung seruan yaa ayyu
halladziina aamanuu ( wahai orang-orang yang beriman ) adalah madani.
Namun melalui pengamatan cermat,
nampak bagi kita bahwa kebanyakan surah Qur`an tidak selalu dibuka dengan salah
satu seruan itu, dan ketentuan demikianpun tidak konsisten. Misalnya surah
baqarah itu madani, tetapi didalamnya terdapat ayat makky.
3. KETENTUAN &
CIRI-CIRI KHAS MAKKI DAN MADANI
Para ulama telag meneliti surah-surah makki dam
madani; dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang
menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang
dibicarakannya. Dari situ mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan
ciri-ciri tersebut.
1) Ketentuan Surat
Makkiyah .
a) Setiap surah
yang didalamnya mengandung `sajdah` maka surah itu makki.
b) Setiap surah
yang mengandung lafal ` kalla` berarti makki. Lafal ini hanya terdapat dalam
separuh terakhir dari Qur`an dan di sebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali
dalam lima belas surah.
c) Setiap surah
yang mengandung yaa ayyuhan naas dan tidak mengandung yaa ayyuhal ladzinaa
amanuu, berarti makki. Kecuali surah al-Hajj yang pada akhir surah terdapat
ayat yaa ayyuhal ladziina amanuur ka`u wasjudu. Namaun demikian sebagian besar
ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah makki.
d) Setiap surah
yang menngandung kisah para nabi umat terdahulu adalah makki, kecuali surah
baqarah.
e) Setiap surah
yang mengandung kisah Adam dan iblis adalah makki, kecuali surat baqarah.
f) setiap surah
yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan seperti alif lam mim, alif lam ra, ha
mim dll, adalah makki. Kecuali surah baqarah dan ali-imran, sedang surah Ra`ad masih
diperselisihkan.
2) Tema & Gaya
Bahasa Surat Makkiyah
Dari segi ciri tema dan
gaya bahasa, ayat makky dapatlah diringkas sebagai berikut :
a) Ajakan kepada
tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah,
kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan
siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi dengan orang musyrik dengan
menggunkan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniah.
b) Peletakan
dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan ahlak mulia yang menjadi dasar
terbentuknya suatu masyarakat, dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam
penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara dzalim. Penguburan
hidup-hidup bayi perempuan dn tradisi buruk lainnya.
c) Menyebutkan
kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelaran bagi mereka sehingga
megetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka, dan sebagai hiburan buat
Rasulullah SAW sehingga ia tabah dalam mengadapi gangguan dari mereka dan yakin
akan menang.
d) Suku katanya
pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataannya
singkat, ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras. Menggetarkan
hati, dan maknanya pun meyakinkan dengan diperkuat lafal-lafal sumpah, seperti
surah-surah yang pendek-pendek . dan perkecualiannya hanyasedikit.
3) Ketentuan Surat
Madani yah
a) Setiap surah
yang berisi kewajiban atai had ( sanksi ) adalah madani.
b) Setiap surah
yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah madani, kecuali surah
al-ankabut adalah makki.
c) Setiap surah
yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah madani.
4) Tema dan Gaya
Bahasa surat Madaniyah
Dari segi ciri khas, tema
dan gaya bahasa, dapatlah diringkaskan sebagai berikut :
a) Menjelaskan
ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan
internasiaonal baik diwaktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah
perundang-undangan.
b) Seruan terhadap
ahli kitab, dari kalangan yahudi dn nasrani. Dan ajakan kepada mereka untuk
masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka, terhadap kitab-kitab
Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran, dan perselisihan mereka setelah
ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.
c) Menyingkap
perilaku orang munafik, menganalisi kejiwaannya, membuka kedoknya dan
menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.
d) Suku kata dan
ayat-ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat
serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.
4. FAEDAH MENGETAHUI MAKKI DAN MADANI
Pengetahuan tentang makkiyah
dan madani banyak faedahnya diantaranya:
Pertama : Untuk dijadikan
alat bantu dalam menafsirkan Qur`an,
Sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat
membantu memahami ayat tersebut dan menmafsirkannya dengan tafsiran yang benar.
Sekalipun yangmenjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang
khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang
nasikh dengan yang mansukh, bila diantara kedua ayat terdapat makna yang
kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh yang tedahulu.
Kedua : Meresapi gaya
bahasa Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah.
Sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri.
Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti peling khusus
dlam retorika. Karakteristik gaya bahasa makki dan madani dalam Quran pun
memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian
dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai
pikiran dan perasaaannya serta menguasai apa yang ada dalam dirinya dengan
penuh kebijaksanaan.
Ketiga : Mengetahui sejarah
hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur`an.
Sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW sejalan
dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik dalam periode mekkah
maupun madinah. Sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan.
Qur`an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah SAW, peri hidup beliau
yang diriwayatka ahlli sejarah harus sesuai denga Quran; dan Qur`an pun
memberikan kata putus terhadapa perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.
Ayat Yang Turun Pertama dan Terakhir
Kode : UQ/A/07
Pokok-pokok Materi :
1. Ayat yang
pertama turun dan Perbedaan pendapat ulama seputarnya
2. Ayat yang
terakhir turun dan Perbedaan pendapat ulama seputarnya
3. Hikmah dan
manfaat pembahasan ini
1. YANG TURUN
PERTAMA KALI.
Ada dua pendapat yang
dikenal tentang ayat yang turun pertama kali, masing-masing dengan dalil sbb:
Pendapat Pertama
: Surat Al-Alaq 1-5
Yang paling sahih mengenai yang pertama kali turun
ialah firman Allah :
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي
خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
(3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya : `Bacalah
dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar dengan
perantaran kalam , Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.`
(al-`Alaq : 1-5 ).
Pendapat ini didasarkan pada suatu hadis yang diriwayatkan
oleh dua syeikh ahli hadis dan yang lain, dari Aisyah r.a yang mengatakan :
` Sesungguhnya apa yang
mula-mula terjadi bagi Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar diwaktu tidur.
Dia melihat dimimpi itu datangnya bagaikan terangnya dipagi hari. Kemudian dia
suka menyendiri, dia pergi kegua Hira` untuk beribadah beberapa malam. Untuk
itu ia membawa bekal, kemudian ia pulang kepada Khadijah r.a maka Khadijah
membekali seperti bekal yang dulu. Di gua Hira` dia dikejutkan oleh suatu
kebenaran. Seorang malaikat datan kepadanya dan mengatakan : ` Bacalah`
Rasulullah SAW menceritakan, maka akupun menjawab `aku tidak pandai membaca` .
malaikat tersebut kemudian memelukku sehingga aku merasa amat payah. Lalu aku
dilepaskan, dan dia berkata lagi ` Bacalah`! maka akupun menjawab `Aku tidak
pandai membaca`. Kemudian dia merangkulku dengana kedua kali, sehingga aku
merasa amat payah. Kemudian ia lepaskan lagi, dan berkata ` Bacalah` Aku
menjawab ` aku tidak pandai membaca` maka ia merangkulku untuk ketiga kali, sehinggga
aku kepayahan, kemudian ia berkata ` Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
telah menciptakan…` samapi dengan ….` Apa yang tidak diketahuinya`, (
Hadis ).
Pendapat Kedua
: Surat Al-Muddattsir
Dikatakan pula, bahwa yang
pertama kali turun adalah firman Allah :
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
(1)
( wahai orang yang berselimut ).
Ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh dua
syaikh ahli hadis :
Dari Abu Salamah bin
Abdurrahman; dia berkata : Aku telah bertanya kepada Abu Jabir bin Abdullah; yang
manakah diantara Qur`an itu yang turun pertama kali ? dia menjawab : Yaa
ayyuhal mudassir. Aku bertanya lagi : ataukah Iqra` Bismi rabbik ? dia
menjawab : Aku katakan kepadamu apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepada kami :
` Sesungguhnya aku berdiam diri di gua hira`. Maka ketika habis masa diamku,
aku turun dan aku telusuri lembah. Aku lihat kemuka, kebelakang, kekanan dan
kekiri. Lalu aku lihat kelangit, kemudian aku melihat jibril yang amat
menakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah. Khadijah memerintahkan mereka untuk
menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan ` Wahai orang yang berselimut;
bangkitlah lalu berilah peringatan.`
Catatan : selain pendapat
di atas ada juga pendapat yang menyatakan bahwa yang pertama kali turun adalah
surat al-fatihah dan lafal basmallah, tapi dalil kedua pendapat ini lemah dan
kurang berdasar.
Perbandingan dua Pendapat :
Para ulama ulumul quran
dengan kesungguhan mereka mencoba mempertemukan pendapat di atas, dan
menjelaskan beberapa hal sebagai berikut :
a) Maksud Jabir
dalam hadits di atas adalah surah yang diturunkan secara penuh. Jabir
menjelaskan bahwa surah al Mudassirlah yang turun secara penuh sebelum surah
Iqra` selesai diturunkan. Karena yang turun pertama sekali dari surah Iqra` itu
hanya permulaan saja.
b) Atau maksud Jabir bahwa surat Mudassir itu adalah
surah pertama yang diturunkan setelah masa terhentinya wahyu.
c) Ada yang
mengatakan maksud Jabir ra : Surat al-muddatsir adalah yang pertama turun
berkaitan dengan kerasulan (risalah) atau perintah berdakwah. Sedangkan ayat
pertama surat al-alaq adalah yang pertama turun berkaitan dengan kenabian
(nubuwwah), atau pelantikan menjadi nabi.
d) Ada yang
mengatakan juga bahwa maksud Jabir ra : surat al-mudattsir adalah yang pertama
kali turun yang disebabkan dengan peristiwa khusus (asbabun nuzul).
e) Ada juga yang
menyatakan : Jabir telah mengeluarkan yang demikian ini dengan ijtihadnya. Akan
tetapi riwayat Aisyah lebih mendahuluinya. Jadi jika ada riwayat-riwayat lain
yang shohih mendukung riwayat Aisyah, maka sebagai hasil ijtihad pendapat Jabir
ra bisa ditinggalkan.
2. YANG TERAKHIR
KALI DI TURUNKAN
Pendapat ulama seputar ayat
yang terakhir kali diturunkan begitu banyak, diantaranya sebagai berikut.
1) Dikatakan bahwa
ayat terakhir yang diturunkan itu adalah ayat mengenai riba.
Ini didasarkan
pada hadis yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas, yang mengatkan : `
Ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat mengenai riba`. Yang dimaksdukan
ialah firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
`Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba.` (
al-Baqarah : 278 ).
2) Dan dikatakan
pula bahwa ayat Qur`an yang terakhir turun adalah firman Allah :
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ
فِيهِ إِلَى اللَّهِ
`Dan peliharalah dirimu dari hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah.` (al-Baqarah : 281 ).
Ini didasarkan
pada hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa`i dan lain-lain, dari Ibnu Abbas dan
Said bin Jubair: ` Ayat Qur`an terakhir turun ialah : `Dan peliharalah dirimu
dari hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.` (
al-Baqarah : 281 ).
3) Juga dikatakan
bahwa yang terakhir turun ialah ayat mengenai utang .
Berdasarkan hadis
yang diriwayatkan dari Said bin al-Musayyab: ` Telah sampai kepadanya bahwa
ayat Qur`an yang paling muda di arsy ialah ayat mengenai utang.` Yang
dimaksudkan ialah ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
`Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.`(
al-Baqarah : 282 ).
Catatan : Ketiga riwayat di
atas dapat dipadukan, yaitu bahwa ketiga ayat tersebut diatas diturunkan
sekaligus seperti tertib urutannya didalam mushaf. Ayat mengenai riba, ayat
pelihara dirimu dari azab yang terjadi pada suatu hari kemudian ayat mengenai
utang, karena ayat-ayat itu masih satu kisah. Setiap perawi mengabarkan bahwa
sebagian dari yang diturunkan itu sebagian yang terakhir kali, dan itu memang
benar. Dengan demikian maka ketiga ayat itu tidak saling ber tentangan.
4) Dikatakan pula bahwa yang terakhir kali
diturunkan ialah ayat mengenai kalalah.
Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Barra` bin `azib ; dia berkata : ` ayat yang terakhir kali
turun ialah :
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ
فِي الْكَلَالَةِ
`Mereka
meminta fatwa kepadamu . Katakanlah : `Allah memberi fatwa kepadamu tentang
kalalah ( an-Nisa`: 176 ).
Banyak ragam pendapat lain tentang
masalah ayat yang terakhir kali turun, seperti :
·
Dikatakan pula bahwa Ayat surat ( at-Taubah : 128-129 ) sampai
akhir surah.
·
Dikatakan pula bahwa yang terakhir kali turun
adalah surah al-Maidah.
·
Juga
dikatakan bahwa yang terkhir kali turun ialah ayat surat ( al-Imran : 195 ).
·
juga dikatakan bahwa ayat terakhir yang turun
ialah ayat : ( an-Nisa`: 93 ).
·
Dari Ibn Abbas dikatakan ; Surah terakhir yang
diturunkan ialah: surat An-Nashr
Qadi Abu bakar al Baqalani
dalam kitab intisar ketika mengomentari berbagai riwayat mengenai yang
terakhir kali diturunkan menyebutkan : Pendapat-pendapat
ini sama sekali tidak di sandarkan kepada Nabi saw. Boleh jadi pendapat itu
diucapkan orang karena ijtihad atau dugaan saja. Mungkin masing-masing
menreitahukan mengenai apa yang terakhir kali didengarnya dari Rasulullah SAW
pada saat ia wafat atau tak seberapa lama sebelum ia sakit. Sedang yang lain
mungkin tidak secara langsung mendengar dari Nabi. Mungkin juga ayat itu yang
dibaca terakhir kali oleh Rasulullah SAW bersama-sama dengan ayat yang turun
diwaktu itu. Sehingga disuruh untuk menuliskan sesudahnya, lalu dikiranya ayat
itulah yang terakhir diturunkan menurut tertib urutannya.`
3. FAEDAH MENGETAHUI
PEMBAHASAN INI
Pengetahuan mengenai
ayat-ayat yang pertama kali dan terakhir kali diturunkan itu mempunyai banyak
faedah. Yang terpenting diantaranya ialah.
1) Menjelaskan
perhatian yang diperoleh Al-Quran Al-Karim guna menjaganya dan menguatkan
ayat-ayatnya.
Para sahabat telah menghayati Qur`an ini ayat- demi ayat. Sehingga
mereka mengerti kapan dan dimana ayat itu diturunkan, mereka telah menerima
ayat-ayat dari Rasulullah SAW yang diturunkan kepadanya dengan sepenuh hati,
hati-hati dan percaya bahwa Al-Quran adalah dasar agama, penggerak iman dan
sumber kemuliaan dan kehormatannya. Dan ini membawa akibat positif yaitu bahwa
Al-Quran Al-Karim selamat dari perubahan dan kekacau balauan.
Allah SWT berfirman : `Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.` ( al-hijr: 9)
2) Mengetahui
rahasia perundang-undangan Islam menurut sumbernya yang paling pokok, yaitu
ayat-ayat al-Quran.
Sesungguhnya ayat-ayat al-Quran mengatasi
persoalan kejiwaan manusia dengan petunjuk Ilahi, dan mengantarnya dengan
cara-cara yang bijaksana dan menempatkan mereka ketingkat kesempurnaan. Ia
dapat bertahan dalam menetapkan hukum-hukum, sehingga dengan demikian cara
hidup mereka menjadi benar dan urusan masyarakat berada pada jalan yang lurus
.
3) Membedakan yang
nasikh dan yang mansukh,
Terkadang
terdapat dua ayat atau lebih dalam satu masalah, tetapi ketentuan hukum dalam
satu ayat berbeda dengan ayat lain, apa bila diketahui mana yang pertama kali
diturunkan kemudian menasakh ( menghapus ) ketentuan ayat yang diturunkan
sebelumnya.
Asbabbun Nuzul
Kode : UQ/A/08
Pokok-pokok Materi :
1. Perhatian Ulama
tentang Asbabun Nuzul
2. Metode
Mengetahui Asbabun Nuzul
3. Definisi
Asbabun Nuzul
4. Urgensi Mengetahui
Asbabun Nuzul
5. Beberapa
Permasalahan seputar Asbabun Nuzul
1. PERHATIAN PARA
ULAMA TERHADAP ASBABUN NUZUL
Para peneliti ilmu-ilmu Qur’an menaruh perhatian
besar terhadap pengetahuan tentang Asbabun Nuzul. Untuk menafsirkan Qur’an ilmu
ini diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri mengenai
pembahasan dalam bidang itu. Yang
terkenal diantaranya ialah :
§ Ali bin Madini,
Guru Bukhari,
§ Abul Hasan Ali al-Wahidi
(427 H) dalam kitabnya Asbabun Nuzul,
§ Burhanuddin al-Ja’bari
(732 H) yang meringkaskan kitab
al-Wahidi dengan menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan sesuatu.
§ Syaikhul Islam
Ibn Hajar al-Atsqolani ( 852 H) yang
mengarang satu kitab mengenai Asbabun Nuzul.
§
Jalaluddin As-Suyuti ( 911 H) yang mengatakan
tentang dirinya : ` Dalam hal ini, aku telah mengarang satu kitab lengkap,
singkat dan sangat baik serta dalam bidang ilmu ini belum aad satu kitab pun
menyamainya. Kitab itu aku namakan Lubabul Manqul fi Asbabin Nuzul.
2. PEDOMAN
MENGETAHUI ASBABUN NUZUL
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun
nuzul ialah riwayat sahih yang berasal dari Rasulullah SAW atau dari
sahabat. Itu disebabkan pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini,
bila jelas, maka hal itu bukan sekedar pendapat ( ra’y ), tetapi ia mempunyai
hukum marfu’ (disandarkan pada Rasulullah).
Al- Wahidi mengatakan : ` Tidak halal berpendapat
mengenai asbabun nuzul kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau
mendengar secara langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui
sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sunggguh
dalam mencarinya.` Inilah jalan yang ditempuh oleh ulama salaf. Mereka amat
berhati-hati untuk mengatakan sesuatu mengenai asbabun nuzul tanpa pengetahuan
yang jelas.
Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun
nuzul adalah:
1) Riwayat-ucapan
ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan
asababun nuzul.
2) As- Suyuti
berpendapat : bahwa bila ucapan seorang tabi’in secara jelas menunjukkan
asbabun nuzul, maka ucapan itu dapat diterima. Dan mempunyai kedudukan mursal
bila penyandaran kepada tabi’in itu benar dan ia termasuk salah seorang imam
tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat, seperti mujahid, Ikrimah dan
Said bin Jubair, serta didukung oleh hadis mursal yang lain.
3. DEFINISI ASBABUN
NUZUL
Setelah diteliti sebab
turunnya sesuatu ayat itu berkisar pada dua hal:
Pertama : Bila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah
ayat Qur’an mengenai peristiwa itu.
Contoh dalam hal ini sebagaimana
diriwayatkan dari Ibn Abbas, yang mengatakan :
" Ketika turun, ayat : dan peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang
terdekat (QS Hijr 94), nabi pergi
dan naik ke bukit safa , lalu berseru : ` Wahai kaumku !". maka
mereka berkumpul mendekat ke nabi. Ia berkata lagi : ` bagaimana pendapatmu
bila aku beritahukan kepadamu bahwa dibalik gunung itu ada sepasukan berkuda
yang hendak menyerangmu, percayakah kamu apa yang aku katakan ? Mereka menjawab : : kami belum pernah melihat
engkau berdusta.` Dan nabi melanjutkan: ‘aku memperingatkanmu tentang siksa
yang pedih,’ ketika itu Abu Lahab berkata : `celakalah engkau; apakah
engkau mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini ?’Lalu ia berdiri. Maka turunlah surah ini :
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ
وَتَبَّ (1) ……..
Artinya : " celakalah
kedua tangan Abu lahab…..(Surat Al-Masad)
Kedua : Bila Rasulullah
ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Quran menerangkan tentang
hukumnya.
Contoh hal ini seperti
ketika Khaulah binti Sa’labah dikenakan Zihar oleh suaminya Aus bin Samit.lalu
ia datang kepada Rasulullah SAW mengadukan hal itu.
Aisyah berkata : ‘Maha suci Allah yang pendengarannya
meliputi segalanya` aku menden gar ucapan Khaulah binti Sa’labah itu, sekalipun
tidak seluruhnya, ia mengadukan suaminya kepada Rasulullah SAW , katanya :
Rasulullah SAW suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali
aku mengandung karenanya, sekarang setelah aku menjadi tua, dan tidak beranak
lagi ia menjatuhkan zihar kepdaku! Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu`
Aisyah berkata : ` tiba-tiba jibril turun membawa
ayat-ayat ini :
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ
الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا
Artinya : Sesungguhnya
Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang
suaminya ( yakni aus bin samit).`(QS Mujadalah )
Catatan : Tidak setiap ayat Quran diturunkan karena adanya
timbul suatu peristiwa dan kejadian yang mendahuluinya, atau karena suatu
pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat Qur’an diturunkan sebagai permulaan, tanpa
sebab, mengenai akidah iman, kewajiban Islam dan syariat Allah dalam kehidupan
pribadi dan sosial.
4. PERLUNYA
MENGETAHUI ASBABUN NUZUL
Pengetahuan mengenai asbabun
nuzul mempunyai banyak faedah yang terpenting diantaranya :
1) Mengetahui
hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syariat terhadap kepentingan
umum dalam menghadapi segala peristiwa sebagai bentuk rahmat terhadap umat. Ini
karena setiap peristiwa penting ternyata mendapat jawaban dari al-Quran.
2) Mengkhususkan (
membatasi ) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi. Bila hukum itu
dinyatakan dalam bentuk umum. Ini bagi mereka yang berpendapat bahwa ` yang
menjadi pegangan adalah sebab yang khusus dan bukannya lafal yang umum.`
Sebagai contoh dapat dikemukakan disini firman Allah :
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ
بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ
بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya
: Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira
dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap
perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka
terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.` (al-Imran : 188 ).
Ada beberapa sahabat yang khawatir dengan penjelasan
ayat diatas lalu menanyakan pada Ibnu Abbas : sekiranya setiap orang diantar
kita yang bergembira dengan apa yang telah dikerjakn dan ingin dipuji dengan
perbuatan yang belum dikerjakannya iti akan disiksa, tentulah kita semua akan
disiksa.` Ibn Abbas menjawab : ` mengapa kamu berpendapat demikian mengenai
ayat ini ? ayat ini turun berkenan dengan ahli kitab.` Kemudian ia membaca
ayat sebelumnya yang berkaitan dengan ahli kitab.
3) Apa bila lafal
yang diturunkan itu lafal yang umum ('aam) dan terdapat dalil pengkhususannya maka
pengetahuan mengenai asbabun nuzul membatasi pengkhususan itu hanya
terhadap yang selain bentuk sebab.
Contoh yang demikian digambarkan dalam dua firman-Nya:
Pertama
: Bahwa orang yang menuduh wanita baik-baik berzina tidak akan diampuni
Allah SWT berfirman : `Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman , mereka
kena la`nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada
hari , lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa
yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag
setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang Benar,
lagi Yang menjelaskan .( an-Nur : 23-25 ).
Kedua : Bahwa orang yang menuduh wanita baik-baik
berzina, masih bisa diampuni
Allah SWT berfirman : Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.Kecuali orang-orang
yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS An-Nuur 4-5)
Sekilas ada pertentangan
dari dua ayat di atas, yaitu orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berbuat
zina dikatakan tidak akan diampuni dalam ayat yang pertama, dan masih bisa
diampuni pada ayat kedua. Maka Ibnu Abbas memberitahukan asbabun nazal ayat
yang pertama : bahwa ayat tersebut turun dalam masalah Aisyah dalam peristiwa Haditsul
ifk. Maka mereka yang menuduh Aisyah ra berzina tidak akan diampuni dunia
akhirat, sementara ayat kedua hukumnya masih berlaku umum, bahwa mereka yang
menuduh wanita baik-baik (secara umum) , masih mempunyai kemungkinan taubat dan
diampuni. Wallahu a'lam.
4) Mengetahui
sebab nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna Al-Quran Al-Karim
menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat
ditafsirkan tanpa mengetahui sebab nuzulnya.
Contoh dalam masalah ini adalah ayat:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ
اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ
بِهِمَا
Artinya : `Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari
syi`ar Allah . Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau
ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. (
al-Baqarah : 158 ).
Lafal ini secara
tekstual tidak menunjukkan bahwa sa’i itu wajib, sebab ketiadaan dosa untuk
mengerjakan hal itu menunjukkan `kebolehan` dan bukannya ` kewajiban` sebagian
ulama juga berpendapat demikian, karena berpegang kepada arti tekstual ayat
itu.
Padahal hukum
sebenarnya dari sa'I adalah wajib, bukan sekedar boleh. Lafal ayat di atas
turun karena para sahabat awalnya merasa keberatan bersa’i antara safa dan
marwa karena perbuatan itu berasal dari perbuatan jahiliyah. Mereka takut itu
masuk pada perbuatan dosa, karenanya Al-Quran turun dengan lafad "tidak
ada dosa", untuk menjelaskan tentang bahwa sa'I bukan seperti apa yang
mereka takutkan/khawatirkan.Jadi bukan untuk menjelaskan bahwa hukum sa'I itu
'boleh', karena sa'I adalah wajib.
5) Sebab nuzul
dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut
tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.
Contoh adalah : Bahwa ketika Marwan meminta agar Yazid di baiat, ia
berkata: ‘( pembaiatan ini adalah ) tradisi Abu Bakar dan Umar.’ Abdurrahman menolak
dan menentang seraya mengatakan : ‘Tradisi Hercules dan kaisar’. Maka
kata Marwan ; Inilah orang yang dikatakan Allah dalam Qur’an :
وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا
Artinya : Dan orang yang
berkata kepada ibu bapaknya: cis bagi kamu berdua….(Al-Ahqof 17)
Maksudnya
adalah Marwan menuduh Abdurrahman durhakan dengan menyandarkan pada ayat di
atas. Kemudian perkataan Marwan yang demikian itu sampai kepada Aisyah, maka
kata Aisyah: ‘Marwan telah
berdusta.demi Allah, maksud ayat itu tidaklah demikian, sekiranya aku mau
menyebutkan mengenai siapa ayat itu turun, tentulah aku sudah menyebutkannya.`
5. BEBERAPA
PERMASALAHAN SEPUTAR ASBABUN NUZUL
Dalam pembahasan tentang
asbabun nuzul, ada juga permasalahan-permasahan lain yang berkaitan dengannya,
yang masing-masing mempunyai bahasannya secara khusus, misalnya :
§ Pembahasan
Kaidah : Al-Ibroh bi umumi al-lafdhi Laa bi khususi as-sababi ( Yang
Menjadi Pegangan Adalah Lafal yang Umum, Bukan Sebab yang Khusus )
§ Pembahasan
seputar redaksi periwayatan asbabun nuzul
§ Pembahasan
seputar banyaknya riwayat dalam asbabun nuzul sebuah ayat
§ Pembahasan
seputar banyaknya ayat yang turun dengan satu sebab yang sama
§ Pembahasan
seputar beberapa ayat yang turun pada seorang yang sama.
Catatan : Karena
waktu yang terbatas dan untuk memudahkan santri, maka untuk pembahasan asbabun
nuzul ini yang kita bahas dalam perkuliahan (dirosah) adalah yang
berkaitan dengan kaidah : Al-Ibroh bi umumi al-lafdhi Laa bi khususi
as-sababi ( Yang Menjadi Pegangan Adalah Lafal yang Umum, Bukan Sebab yang
Khusus ). Sehingga diharapkan mahasiswa/santri bisa memperdalam pembahasan
lainnya di buku-buku Ulumul Quran yang ada.
KAIDAH : AL-IBROH BI UMUMI AL-LAFDHI LAA BI KHUSUSI AS-SABAB
( YANG MENJADI PEGANGAN ADALAH LAFAL YANG UMUM, BUKAN SEBAB YANG KHUSUS
).
قاعدة : العبرة
بعموم اللفض لا بخصوص السبب
Pertama kali, mari
kita membedakan antara dua hal, yaitu antara LAFADZ ayat dan SEBAB turunnya
ayat. Begitu pula kita perlu membedakan dengan UMUM dan KHUSUS, yang disebut
"umum" dalam pembahasan ini adalah ('aam) yaitu yang mencakup
seluruh manusia atau kaum muslimin, sedangkan "khusus" yang berkaitan
dengan person-person tertentu dan terbatas.
Karenanya, dalam
kaitan antara LAFAL ayat dan SEBAB turunnya ayat, ada tiga kemungkinan yang
bisa terjadi yang masih-masing mempunyai konsekwensi atau hukumnya
masing-masing. Tiga kemungkinan tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama : Apa bila lafal ayat bersifat
umum dan sebab turunnya pun secara umum. Maka yang diambil adalah bahwa hukum
ayat tersebut bersifat UMUM
Contoh dalam masalah ini adalah seperti firman Allah SWT :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ
أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
…
Artinya : `Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu kotoran`.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . ..`( al-Baqarah :
222 )
Lafadz " al-mahiid" di atas bersifat umum yang berarti semua
wanita yang haid, begitu pula sebab turunnya ayat itu bersifat umum,
sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik : bahwa orang-orang Yahudi pada
waktu itu, ketika istri-istri mereka sedang haidh mereka mengusirnya dari
rumah, dan tidak memberi mereka makan minum dan tidak berhubungan badan dengan
mereka. Maka Rasulullah pun ditanya masalah ini. Maka turunlah ayat di atas,
dan Rasulullah SAW bersabda : "
Lakukan apa saja selain jimak " .
Jadi peristiswa
atau pertanyaan dari sahabat kepada Rasul bersifat umum, mereka menanyakan
secara umum tentang bergaul dengan istri-istri mereka yang haid secara umum,
bukan satu dua perempuan atau istri mereka secara khusus. Karenanya, hukum ini
juga berlaku umum bagi semua wanita haid.
Kedua : Apabila lafal ayat bersifat khusus dan sebab turunnya pun
khusus pada perseorangan tertentu, maka yang diambil adalah bahwa hukum ayat
tersebut bersifat KHUSUS
Contoh dalam hal ini adalah
firman Allah SWT:
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى
(17) الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى (18) وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ
تُجْزَى (19) إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى (20) وَلَسَوْفَ يَرْضَى
(21
Artinya : `Dan kelak
akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan
hartanya untuk membersihkannya, padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu
ni`mat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi karena mencari keridhaan
Tuhannya yang Maha TInggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.` (
al-Lail : 17-21 )
Ayat-ayat diatas diturunkan
mengenai Abu Bakar. Kata al-atqa ( orang yang paling taqwa ) menurut tasyrif
terbentuk af’al untuk menunjukkan arti superlatif, tafdil yang
disertai al-‘adiyah ( kata sandang yang menunjukkan bahwa kata yang dimasukinya
itu telah diketahui maksudnya ), sehingga ia dikhususkan bagi orang yang
karenanya ayat itu diturunkan. Jadi secara lafal memang khusus dan sebabnya
adalah khusus, karena itu ayat ini harus ditafsiri khusus tentang Abu Bakar
As-Shiddiq, bukan umum kepada kaum muslimin.
Ketiga : Jika sebab ayat itu
adalah hal khusus berkaitan dengan orang tertentu, sedang lafal ayat yang turun
berbentuk umum.
Dalam kasus inilah, kaidah
diatas menjadi perdebatan di antara ulama ushul, apakah yang dijadikan pegangan
adalah "lafal yang umum" ataukah "sebab yang khusus" .
Berikut masing-masing pendapat dan dalil-dalinya.
1)
Jumhur ulama berpendapat : bahwa yang
menjadi pegangan adalah lafal yang umum dan bukan sebab yang khusus, sehingga hukum/pelajaran
yang diambil adalah umum berlaku pada semua orang.
Misalnya : ayat Li’an (prosesi sumpah antara suami
istri untuk menolak dari tuduhan zina) yang turun mengenai tuduhan Hilal bin
Umaah kepada isterinya : `
Dari Ibn Abbas, Hilal bin
Umayah menuduh isterinya telah berbuat zina dengan Syuraik bin Sahma dihadapan
Nabi.
Maka Nabi berkata : ‘ Harus ada bukti, bila tidak
maka punggungmu yang didera.’
Hilal berkata : ‘Wahai Rasulullah , apa
bila salah seorang diantara kami melihat seorang laki-laki mendatangi
isterinya; apakah ia harus mencari bukti `.
Rasulullah menjawab : ‘Harus ada bukti, bila tidak maka
punggungmu akan yang didera.’
Hilal berkata :Demi
yang mengutus engkau dengan kebenaran, sesungguhnya perkataanku itu benar dan
Allah benar-benar akan menurunkan apa yang membebaskan punggungku dari dera.’
Maka turunlah Jibril as dan menurunkan kepada Nabi ayat
:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ
وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ
شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ
اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ
أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ
أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ (9)
Dan
orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu
ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk
orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya,
jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari
hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu
benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.Dan (sumpah) yang kelima: bahwa
laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. (QS Nuur 6-9)
Hukum yang diambil dari lafal yang umum ini : " walladzi
yarmuuna azwajahum" ( dan orang-orang yang menuduh isterinya ) tidak
hanya khusus mengenai peristiwa Hilal bin Umayyah, tetapi diterapkan pula pada
kasus yang serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain. Inilah pendapat yang
kuat dan paling sahih. Pendapat ini sesuai dengan keumuman ( universalitas )
hukum-hukum syariat.
Dan ini pulalah jalan yang ditempuh para sahabat dan para
mujtahid umat ini. Mereka menerapkan hukum ayat tertentu kepada
peristiwa-peristiwa lain yang bukan merupakan sebab turunnya ayat-ayat
tersebut. Misalnya ayat zihar dalam kasus Aus bin Samit, atau Salamah bin Sakhr
sesuai dengan riwayat mengenai hal itu berbeda-beda. Berdalil dengan keumuman
redaksi ayat-ayat yang diturunkan untuk sebab-sebab khusus sudah populer
dikalangan ahli.
2)
Segolongan ulama berpendapat : bahwa yang
menjadi pegangan adalah sebab yang khusus, bukan lafal yang umum, karena lafal yang
umum itu menunjukkan bentuk sebab yang khusus. Oleh karena itu untuk dapat
diberlakukan kepada kasus selain sebab diperlukan dalil lain seperti qiyas
dan sebagainya, sehingga pemindahan riwayat sebab yang khusus itu mengandung
faedah; dan sebab tersebut sesuai dengan musababnya seperti halnya pertanyaan
dengan jawabannya.
Pengumpulan
dan Penertiban Al-Quran
Kode Materi : UQ/A/09
Poko-pokok Materi :
1. Pengertian Jam'ul
Qur'an (Pengumpulan Al-Quran)
2. Pengumpulan
Al-Quran pada masa Rasulullah SAW
3. Pengumpulan
Al-Quran pada masa Abu Bakar ra
4. Pengumpulan
Al-Quran pada masa Utsman Ra
5. Penertiban
Susunan Ayat dan Surat
1. PENGERTIAN
JAM'UL QUR'AN / PENGUMPULAN AL-QURAN
Yang dimaksud
dengan pengumpulan Qur'an ( Jam'ul Qur'an ) oleh para ulama adalah salah satu dari
dua pengertian berikut :
Pertama : Pengumpulan
dalam arti menghafalkan Hifdzuhu ( menghafalkannya dalam hati).
Jumma'ul Quran
artinya huffazuhu ( penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya
didalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada
Nabi-Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca
Qur'an ketika itu turun kepadanya sebelum jibril selesai membacakannya, karena
ingin menghafalkannya:
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ
لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ
فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19)
"Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk Al Qur'an karena hendak
cepat-cepat nya . Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya
itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya." (al-Qiyamah:16-19 ).
Kedua : Pengumpulan dalam arti kitabatuhu ( penulisan Qur'an)
Yaitu menuliskannyan baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan
surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis
dalam satu lembaran secara terpisah, atau menertibkan ayat-ayat dan
surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua
surah, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
2. PENGUMPULAN
QUR'AN DALAM PADA MASA NABI
Realitas penghimpunan Al-Quran pada masa nabi dapat dijelaskan dengan
point-point sebagai berikut :
a. Pengumpulan
Al-Quran dalam Penghafalan di masa Nabi.
Para sahabat telah dikenal dengan kecintaan mereka dan semangat mereka
dalam menghafal Al-Quran. Dalam kitab sahihnya Bukhari telah mengemukakan
adanya tujuh huffadzh di masa sahabat, melalui tiga riwayat. Mereka adalah:
§ Abdullah bin
Mas'ud,
§ Salim bin
Ma'qal bekas budak Abu Huzaifah,
§ Muaz bin Jabal,
§ Ubai bin Kaab,
§ Zaid bin Sabit,
§ Abu Zaid bin
Sakan dan Abu Darda'.
Penyebutan para
hafiz yang tujuh atau delapan ini tidak berarti pembatasan, karena beberapa
keterangan dalam kitab-kitab sejarah dan sunan menunjukkan bahwa para sahabat
berlomba menghafalkan Qur'an dan mereka memerintahkan anak-anak dan
ister-isteri mereka untuk menghafalkannya.
b. Pengumpulan
Qur'an dalam Arti Penulisannya pada Masa Nabi
Beberapa penjelasan terkait penulisan al-Quran dimasa nabi adalah
sebagai berikut :
1)
Rasulullah meminta beberapa sahabat untuk
menuliskan wahyu
Rasullullah telah
mengangkat para penulis wahyu Qur'an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti
Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Sabit, bila ayat turun ia
memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam
surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan didalam hati.
2)
Beberapa sahabat berinisiatif menuliskan secara
sendiri-sendiri.
Sebagian sahabat
menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah
oleh nabi; mereka menuliskannya pada pelepah kurma , lempengan batu, daun
lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Sabit mengatakan : " Kami menyusun
Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang "
3)
Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur'an kepada
Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan,
Tulisan-tulisan Qur'an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf
; yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Rasulullah berpulang
kerahmatullah disaat Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan
susunan seperti disebutkan diatas; ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan,
atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar
secara terpisah dalam tujuh huruf. Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu
mushaf yang menyuruh (lengkap).
KENAPA AL-QUR'AN TIDAK DIBUKUKAN DALAM SATU MUSHHAF (PADA MASA NABI) ?
Ada beberapa jawaban yang bisa menjelaskan pertanyaan diatas,
diantaranya sebagai berikut, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad Ali
Ash-Shobuni dalam At-Tibyan fii Ulumul Qur'annya.
1) Al-Qur'an
diturunkan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur dan terpisah-pisah.
Tidaklah mungkin untuk membukukannya sebelum secara keseluruhannya selesai.
2) Sebagian ayat
ada yang dimansukh. Bila turun ayat yang menyatakan nasakh, maka bagaimana
mungkin bisa dibukukan datam satu buku.
3) Susunan ayat
dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya
pada saat terakhir wahyu tetapi urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang
demikian tentunya menghendaki perubahan susunan tulisan.
4) Masa turunnya
wahyu terakhir dengan wafatnya Rasululah SAW adalah sangat
pendek/dekat.Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah sembilan
hari dari turunnya ayat tersebut. Dengan demikian masanya sangat relatif
singkat, yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau membukukannya sebelum
sempurna turunnya wahyu.
5) Belum ada
motifasi/ alasan yang mendorong untuk mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu
mushhaf sebagaimana yang timbul pada masa Abu Bakar. Orang-orang Islam ada
dalam keadaan baik, ahli baca qur'an begitu banyak, fitnah-fitnah dapat
diatasi. Berbeda pada masa Abu Bakar dimana gejala-gejala telah ada; banyaknya
yang gugur, sehingga khawatir kalau Al-Qur'an akan lenyap.
3. PENGUMPULAN
QUR'AN PADA MASA ABU BAKAR
a. Latar Belakang
Pengumpulan Quran :
Abu Bakar
menjalankan pemerintahan Islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada
peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang arab.
Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi
orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H
melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh
puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir
melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul
kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan
musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qarri'.
Disegi lain Umar
merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan ditempat-tempat lain akan membunuh
banyak qari' pula sehingga Qur'an akan hilang dan musnah, Abu Bakar menolak
usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu
Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut
b. Pemilihan Zaid
bin Tsabit
Kemudian Abu Bakar
memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat beberapa hal :
§ kedudukannya
dalam qiraat dan penulisan al-quran
§ pemahaman dan
kecerdasannya,
§ serta
kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali.
Abu Bakar
menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak
seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai
akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur'an itu.
Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan
yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian
lembaran-lembaran ( kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat
pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap
berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan
Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari
tangan Hafsah.
c. Metode Zaid bin
Tsabit & Ketelitiannya dalam Pengumpulan Al-Quran
Dalam usaha
pengumpulan Al-Qur'an Zaid bin Tsabit telah mengambil langkah yang tepat,
teliti dan mantap. Langkah tersebut adalah suatu jaminan (yang pantas) dalam
penulisan Al-Qur'an dengan mantap dan penuh ketelitian.
Zaid bin Tsabit
tidak menganggap cukup menurut yang dihafal dalam hati dan yang ditulis dengan
tangannya serta hasil pendengaran, tetapi ia bertitik-tolak pada penyelidikan
yang mendalam dari dua sumber:
1) Sumber hafalan
yang tersimpan dalam hati para sahabat; dan
2) Sumber tulisan
yang ditulis pada zaman Rasulullah SAW.
Dua hal tersebut
yaitu hafalan dan tulisan harus terpenuhi. Karena sangat bersungguh-sungguh dan
berhati-hatinya ia tidak menerima data berupa tulisan sebelum disaksikan oleh
dua orang yang adil bahwa tulisan tersebut ditulis di hadapan Rasulullah SAW.
Hal ini
dikemukakan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleb Abu Daud dalam kitab
sunnahnya; dimana ia berkata: Umar datang seraya mengatakan: "Siapa
yang menerima Al-Qur'an dari Rasulullah SAW maka cobalah datangkan, mereka
menulisnya dalam lembaran-lembaran kertas, papan kayu dan pelepah kurma".
Sekalipun demikian
ia (Umar) tidak mau menerimanya begitu saja sebelum disaksikan oleh dua orang
saksi. Hadits ini didukung pula oleh hadits lain yang juga diriwayatkan oleb
Abu Daud; bahwa Abu Bakar mengatakan kepada Umar dan Zaid: "Duduklah anda
berdua di pintu masjid. Bila ada orang yang mendatangimu perihal Al-Qur'an
(Kitabullah) dengan membawa dua orang saksi, maka tulislah!"
Ibnu Hajar
mengatakan: "Yang dimaksud dengan dua orang saksi adalah hafalan dan
tulisan, sedangkan as-Sakhawy mengatakan bahwa yang dimaksud, adalah mereka
berdua menyaksikan tulisan tersebut di hadapan Rasulullah SAW itu karena
benar-benarnya usaha pemantapan, ketelitian dan kesungguhan yang digariskan
oleb Abu Bakar Shiddiq kepada Zaid bin Tsabit.
d. Beberapa
Keistimewaan Mushaf Abu Bakar
Lembaran-lembaran yang dikumpulkan dalam satu mushhaf pada masa Abu
Bakar memiliki beberapa keistimewaan yang terpenting:
1) Diperoleh dari
hasil penelitian yang sangat mendetail dan kemantapan yang sempurna.
2) Yang tercatat
dalam mushhaf banyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
3) Ijma' ummat
terhadap mushhaf tersebut secara mutawatir bahwa yang tercatat adalah ayat-ayat
Al-Qur'an.
4) Mushhaf
mencakup huruf sab'ah (tujuh huruf) yang dinukil berdasarkan riwayat
yang benar-benar shahih.
Keistimewaan-keistimewaan tersebut membuat para sahabat kagum dan
terpesona terhadap usaha Abu Bakar, dimana ia memelihara Al-Qur'an dari bahaya
kemusnahan, dan itu berkat taufiq serta hidayah dari Allah Azza wa Jalla.Ali
berkata: "Orang yang paling berjasa dalam hal Al-Qur'an ialah Abu Bakar
r.a. ia adalah orang yang pertama mengumpulkan Al-Qur'an/Kitabullah.
4. PENGUMPULAN
QUR'AN PADA MASA USMAN
a. Latar Belakang
Pengumpulan
Penyebaran Islam
bertambah dan para Qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap
wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka.
Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan
dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Qur'an diturunkan. Apa bila mereka
berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka
merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Sebagian mereka menganggapnya
wahar, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan
kepada Rasulullah.
Ketika terjadi
perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut
menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan
dalam cara-cara membaca Quran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan;
tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta
menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling
mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan
melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan
kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang
yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang
diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat
memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan
menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin
lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat
islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.
b. Metode
Pengumpulan Al-Quran masa Utsman
Utsman kemudian
mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada
padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian
Usman memmanggil :
§ Zaid bin Sabit
al-Ansari,
§ Abdullah bin
Zubair,
§ Said bin 'As,
dan
§ Abdurrahman bin
Haris bin Hisyam.
Ketiga orang terkahir ini adalah orang quraisy, lalu Ustman memerintahkan
mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa
yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang quraisy itu ditulis dalam bahasa
quraisy, karena Qur'an turun dengan logat mereka.
Mushaf-mushaf itu
ditulis dengan satu huruf (dialek) dari tujuh huruf Qur'an seperti yang
diturunkan agar orang bersatu dalam satu qiraat. Dan Usman telah mengembalikan
lembaran-lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula pada setiap
wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk
dimadinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf
Imam". Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu.
Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya
ditingalkan.
c. Permasalahan
seputar penyatuan huruf al-quran dalam Mushaf Ustman
Utsman ra
memutuskan untuk menghilangkan enam huruf yang lain. Keputusan ini tidak salah,
sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah
mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus
disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak
melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk
dalam katergori keringanan (rukhsoh).
Apa bila sebagian
orang lemah pengetahuan berkata : Bagaimana mereka boleh meninggalkan qiraat
yang telah dibacakan oleh Rasulullah dan diperintahkan pula membaca dengan cara
itu ? maka Jawabnya ialah : 'Sesungguhnya perintah Rasulullah kepada mereka
untuk membacanya itu bukanlah perintah yang menunjukkan wajib dan fardu, tetapi
menunjukkan kebolehan dan keringanan (rukshah). Sebab andaikata qiraat dengan
tujuh huruf itu diwajibkan kepada mereka, tentulah pengetahuan tentang setiap
huruf dari ketujuh huruf itu wajib pula bagi orang yang mempunyai hujjah untuk
menyampaikannya, bertianya harus pasti dan keraguan harus dihilangkan dari para
qari. Dan karena mereka tidak menyampaikan hal tersebut, maka ini merupakan
bukti bahwa dalam masalah qiraat mereka boleh memilih, sesudah adanya orang
yang menyampaikan Qur'an dikalangan umat yang penyampaiannya menjadi hujjah bagi
sebagian ketujuh huruf itu.
PERBEDAAN ANTARA PENGUMPULAN ABU BAKAR DENGAN USMAN
Dari teks-teks
diatas jelaslah bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan
pengumpulam yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Diantaranya sebagai
berikut :
1) Motif Abu Bakar
adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya Qur'an karena banyaknya para huffaz
yang gugur dalam peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang
motif Usman dalam mengumpulkan Qur'an ialah karena banyaknya perbedaan dalam
cara-cara membaca Qur'an yang disaksikannnya sendiri didaerah-daerah dan mereka
saling menyalahkan antara satu dengan yang lain.
2) Pengumpulan
Qur'an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan satu tulisan atau catatan
Qur'an yang semula bertebaran dikulit-kulit binatang, tulang, dan pelepah
kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan
surah-surahnya yang tersusun serta terbatas dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat
dan surah-surahnya serta terbatas dengan bacaan yang tidak dimansukh dan tidak
mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur'an itu diturunkan.
Sedangkan
pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya menjadi satu huruf diantar
ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu
huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
5. PENYUSUNAN
TERTIB AYAT & SURAT
a. Penyusunan
Tertib Ayat
Qur'an terdiri
atas surah-surah dan ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang. Ayat
adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surah dari Qur'an. Surah
ialah sejumlah ayat Qur'an yang mempunyai permulaan dan kesudahan, tertib atau
urutan ayat-ayat Qur'an ini adalah tauqifi, ketentuan dariRasulullah,
sebagian ulama meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma' diantaranya
az-Zarkasyi dalam al-Burhan dan Abu Ja'far Ibnuz Zubeir dalam munasabahnya.
Diantara
dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
§ Usman bin 'Abil
'As berkata: "Aku tengah duduk
disamping Rasulullah, tiba-tiba panadangannya menjadi tajam lalu kembali
seperti semula. Kemudian katanya 'Jibril telah datang kepadaku dan
memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini ditempat anu dari surah ini :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta
memberi kepada kaum kerabat…..(an-Nahl: 90)
§ Terdapat
sejumlah hadis yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surah-surah
tertentu. Ini menunjukkan bahwa tertib ayat-ayat bersifat tauqifi. Sebab jika
tertibnya dapat diubah, tentulah ayat-ayat itu tidak akan didukung oleh
hadis-hadis tersebut.
Diriwayatkan dari Abu
Darda' dalam hadis marfu' : "Barang siapa hafal sepuluh ayat dari awal
surah kahfi, Allah akan melindunginya dari Dajjal." Dan dalam redaksi
lain dikatakan: "Barang siapa membaca sepuluh ayat terakhir dari surah
kahfi…"
§ Disamping itu
terima pula bahwa Rasulullah telah membaca sejumlah surah dengan tertib
ayat-ayatnya dalam salat atau dalam khutbah jumat, seperti surah Baqarah, Ali
imran dan Annisa'. Juga hadis sahih mengatakan bahwa Rasulullah membaca surah
A'raf dalam salat maghrib dan dalam salat subuh hari jum'at membaca surah Alif
Lam Mim, Tanzilul Kitabi La Raibafihi" (as-Sajdah) dan Hal Ata Alal Insani
(ad-Dahr) juga membaca surah Qaf pada waktu Kutbah. Surah Jumu'ah dan surah
Munafikun dalam salat jum'at.
§ Jibril selalu
mengulangi dan memeriksa Qur'an yang telah disampaikannya kepada Rasulullah
sekali setiap tahun, pada bulan ramadhan dan pada tahun terakhir kehidupannya
sebanyak dua kali. Dan pengulangan Jibril terakhir ini seperti tertib yang
dikenal sekarang ini.
Dengan demikan
tertib ayat-ayat Qur'an seperti yang ada dalam mushaf yang beredar diantara
kita adalah tauqifi. Tanpa diragukan lagi.
b. Penyusunan Tertib
Surah
Para ulama berbeda pendapat tentang tertib surah-surah Qur'an, sebagai
berikut :
Pertama : Bahwa
susunan surat itu tauqifi dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana
diberitahukan jibril kepadanya atas perintah Tuhan.
Dengan demikian, Qur'an pada masa Nabi telah tersusun surah-surahnya
secara tertib sebagaimana tertib ayat-ayatnya. Seperti yang ada ditangan kita
sekarang ini. Yaitu tertib mushaf Usman yang tak ada seorang sahabatpun
menentangnya. Ini menunjukkan telah terjadi kesepakatan (ijma') atas tertib
surah, tanpa suatu perselisihan apa pun.
Kedua : Dikatakan
bahwa tertib surah itu berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya
perbedaan tertib didalam mushaf-mushaf mereka.
Misalnya : mushaf
Ali disusun menurut tertib nuzul, yakni dimulai dengan Iqra', kemudian
Muddassir, lalu Nun, Qalam, kemudian Muzammil, dst hingga akhir surah Makki dan
madani.Dalam mushaf Ibn Masu'd yang pertama ditulis adaslah surah Baqarah,
Nisa' dan Ali-'Imran. Dalam mushaf Ubai yang pertama ditulis ialah Fatihah,
Baqarah, Niasa' dan Ali-Imran.
Ketiga : Dikatakan
bahwa sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan
ijtihad para sahabat, hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan tertib
sebagian surah pada masa Nabi.
Mannaul Qatthan
menyatakan : Apa bila membicarakan ketiga pendapat ini, jelaslah bagi kita
bahwa pendapat kedua, yang menyatakan tertib surah-surah itu berdasarkan
ijtihad para sahabat, tidak bersandar dan berdasar pada suatu dalil. Sebab,
ijtihad sebagian sahabat mengenai terib mushaf mereka yang khusus, merupakan
ihtiyar mereka sebelum Qur'an dikumpulkan secara terib. Ketika pada masa Usman
Qur'an dikumpulkan , ditertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya pada suatu huruf
( logat) dan umatpun menyepakatinya, maka mushaf-mushaf yang ada pada mereka
ditinggalkan. Seandainya tertib itu merupakan hasil ijtihad , tentu mereka
tetap berpegang pada mushafnya masing-masing.
Sementara itu,
pendapat ketiga yang menyatakan sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan
sebagian lainnya bersifat ijtihadi, dalil-dalilnya hanya berpusat pada nash-nash
yang menunjukkan tertib tauqifi. Adapun bagian yang ijtihadi tidak bersandar
pada dalil yang menunjukkan tertin ijtihadi. Sebab, ketetapan yang tauqifi
dengan dalil-dalilnya tidak berarti bahwa selain itu adalah hasil ijtihad.
Disamping itu pula yang bersifat demikian hanya sedikit sekali.
Dengan demikian bahwa tertib surah itu bersifat tauqifi seperti halnya
tertib ayat-ayat. Wallahu a'lam.
Turunnya
Al-Quran Dengan 7 Huruf
Kode UQ/A/10
Pokok-pokok Materi :
1. Pengantar Tujuh
Huruf dalam Al-Quran
2. Riwayat
diturunkannya tujuh huruf dalam Al-Quran
3. Pengertian
Tujuh Huruf dan perbedaan Pendapat seputarnya
4. Hikmah
diturunkannya Al-Quran dalam tujuh huruf
1. PENGANTAR TUJUH
HURUF DALAM AL-QURAN
Orang Arab
mempunyai aneka ragam lahjah (dialek) yang timbul dari fitrah mereka
dalam langgam, suara dan huruf-huruf sebagaimana diterangkan secara
komprehensip dalam kitab-kitab sastra. Setiap kabilah mempunyai irama sendiri
dalam mengucapkan kata-kata yang tidak dimiliki oleh kabilah-kabilah lain.
Namun kaum quraisy
mempunyai faktor-faktor yang menyebabkan bahasa mereka lebih unggul daiantara
cabang-cabang bahasa arab lainnya. Yang antara lain karena tugas mereka menjaga
Baitullah, menjamu para jema'ah haji, memakmurkan masjidil Haram dan menguasai
perdagangan. Oleh sebab itu, semua suku bangsa arab menjadikan bahasa quraisy
sebagai bahasa induk bagi bahasa-bahasa mereka karena adanya karak
teristik-karakteristik tersebut. Dengan demikian wajarlah jika Qur'an
diturunkan dalam logat quraisy, kepada Rasullah yang quraisy pula untuk
mempersatukan bangsa arab dan mewujudkan kemukjizatan Qur'an ketika mereka
gagal mendatangkan satu surah yang seperti Qur'an.
Apa bila orang
arab berbeda lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan perbedaan tertentu,
maka Qur'an yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad , menyempurnakan makna
kemukjizatannya karena ia mencakup semua huruf dan wajah qiraah pilihan
diantara lahjah-lahjah itu. Dan ini merupakan salah satu sebab yang
memudahkan mereka untuk membaca , menghafal dan memahaminya.
2. RIWAYAT / DALIL
DITURUNKANNYA AL-QURAN DENGAN TUJUH HURUF
Nash-nash sunah
cukup banyak mengemukakan hadis mengenai turunnya Qur'an dengan tujuh huruf.
Diantaranya :
a. Dari Ibn Abbas,
ia berkata : "Rasulullah berkata: 'Jibril membacakan (Qur'an) kepadaku
dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf
itu ditambah, dan iapun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf."
(HR Bukhori Muslim)
b. Dari Ubai bin
Ka'ab: "Ketika Nabi berada didekat parit Bani Ghafar, ia didatangi jibril
seraya berkata: 'Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu
dengan sau huruf,' ia menjawab : 'Aku mohon kepada Allah ampunan dan
meghfirah-Nya, karena umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu,' kemudian
jibril datang lagi untuk yang kedua kalinya dan berkata : 'Allah
memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan dua huruf,' Nabi
menjawab : 'Aku memohon kan kepada Allah ampunan dan maghfirahNya umatku tidak
kuat melaksanakannya.' Jibril datang lagi untuk yang ketiga kalinya, lalu
mengatakan : 'Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan
tiga huruf,' jawab Nabi : 'Aku memohon kepada Allah ampunan dan MaghfirhNya,
sebab umatku tidak kuat melaksanakannya.' Kemudian jibril datang lagi untuk
yang ketiga kalinya seraya berkata : ' Allah memerintahkanmu agar membacakan
Qur'an kepada umatmu dengan tujuh huruf,' dengan huruf mana saja mereka
membaca, mereka tetap benar."' ( HR Muslim)
Catatan : Hadis-hadis yang berkenaan dengan hal diatas amat banyak jumlahnya dan sebagian besar telah
diselidiki oleh Ibn Jarir didalam pengantar tafsirnya. As-Suyuti menyebutkan
bahwa hadis-hadis tersebut diriwayatkan dari dua puluh orang sahabat. Abu
'Ubaid al Qasim bin Salam menetapkan kemutawatiran hadis mengenai
turunnya Qur'an dengan tujuh huruf.
3. PERBEDAAN
PENDAPAT TENTANG PENGERTIAN TUJUH HURUF
Para ulama berbeda
pendapat dalam menafsirkan tujuh huruf ini dengan perbedaan yang
bermacam-macam. hingga Ibn Hayyan mengatakan : 'Ahli ilmu berbeda pendapat
tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima pendapat." namun
kebanyakan pendapat itu bertumpang tindih. Disini kami akan kemukakan beberapa
pendapat diantaranya yang dianggap paling mendekati kebenaran.
Pendapat Pertama : bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah
tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna;
Dengan pengertian
jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Qur'an pun
diturunkan dengan sejumlah lafal sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang
makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Qur'an hanya mendatangkan
satu lafaz atau lebih saja. Ini adalah pendapat sebagian besar ulama.
Pendapat Kedua
: bahwa yang
dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab
dengan nama Qur'an diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Qur'an
secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi.
Yaitu bahasa
paling fasih diantara kalangan bangsa arab. Meskipun sebagian besarnya dalam
bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Huzail, Saqif, Hawazin ,
Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara keseluruhan Qur'an mencakup
ketujuh macam bahasa tersebut.
Catatan : Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya, karena yang dimaksud
dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran diberbagai
surah Qur'an. Bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam
makna.
Pendapat Ketiga : bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh wajah (bentuk/tema), yang
meliputi : amr (perintah), nahyu (larangan), wa'd (janji),
wa'id (ancaman), jadal (perdebatan), qasas (cerita), dan masal
(perumpamaan). Atau amr, nahyu, halal, haram ,muhkam, mutasyabih dan amsal.
Pendapat Keempat : Segolongan ulama berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan tujuh huruf ialah : tujuh macam hal yang diantaranya terjadi
ihtilaf (perbedaan) dalam tata bahasa.
Tujuh ikhtilaf
dalam tata bahasa tersebut meliputi :
1) Ikhtilaful asma'(perbedaan kata benda): dalam
bentuk mufrad, muzakkar dan cabang-cabangnya, seperti tasniyah, jamak dan
ta'nis.
2) Perbedaan dalam
segi I'rab (harakat akhir kata),
3) Perbedaan dalam
tasrif,
4) Perbedaan dalam
taqdhim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan) ,
5) Perbedaan dalam
segi ibdal (penggantian), baik penggantian huruf dengan huruf, maupun penggantian
pada sedikit perbedaan mahraj atau tempat keluar huruf.
6) Perbedaan
karena ada penambahan dan pengurangan. Ihtilaf dengan penambahan (ziyadah)
misalnya firman Allah: "Wa 'aaddalahum jannatin tajri tahtahal anhar"
(at Taubah:100) yang dibaca juga "Min tahtihal anhar" dengan tambahan
"Min" , keduanya merupakan qiraat yang mutawatir.
7) Perbedaan
lahjah seperti bacaan tafkhim (menebalkan) dan tarqiq (menipiskan), fatah dan
imalah , idzhar dan idgham, hamzah dan tashil, isyman dll.
Pendapat Kelima :
bahwa yang dimaksud bilangan tujuh itu tidak diartikan secara harfiah
(maksudnya bukan bilangan antara enam dan delapan), tetapi bilangan tersebut
hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang arab.
Dengan demikian,
maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Qur'an merupakan batas
dan sumber utama bagi perkataan semua orang arab yang telah mencapai puncak
kesempurnaan tertinggi. Sebab lafaz sab'ah (tujuh) dipergunakan pula untuk
menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan , seperti kata
tujuh puluh' dalam bilangan bilangan puluhan, dan 'tujuh ratus' dalam ratusan.
Tetapi kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
Pendapat Keenam : Segolongan
ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah qiraat
tujuh.
Pendapat ini dapat
dijawab bahwa Qur'an itu bukanlah qiraat. Qur'an adalah wahyu yang diturunkan
kepada Muhammad sebagai bukti risalah dan mukjizat. Sedang qiraat adalah
perbedaan dalam cara mengucapkan lafal-lafal wahyu tersebut, seperti
meringankan (takhfif), memberatkan (tasqil) membaca panjang dan sebagainya.
Nampaknya apa yang
menyebabkan mereka terperosok kedalam kesalahan ini ialah adanya kesamaan
"bilangan tujuh" (dalam hadis ini dengan qiraat yang populer),
sehingga permasalahannya menjadi kabur bagi mereka;
Catatan :Setelah menganalisa beberapa pendapat di atas
Mannaul Qathan mengatakan : " Dengan demikian , jelaslah bahwa pendapat
pertama yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh
bahasa dari bahasa orang arab mengenai satu makna yang sama adalah pendapat
yang sesuai dengan zahir nas-nas dan didukung oleh bukti-bukti yang sahih. "
4. HIKMAH TURUNNYA
QUR'AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah turunnya al-Quran dalam tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1) Untuk
memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis, yang setiap kabilahnya
mempunyai dialek masing-masing, namun belum terbiasa menghafal syari'at, apa
lagi mentradisikannya.
2) Bukti
kemukjizatan Qur'an bagi naluri atau watak dasar kebahasan orang arab. Qur'an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang
sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri
bahasa orang-orang arab, sehingga setiap orang arab dapat mengalunkan
huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah menjadi watak dasar
mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan Qur'an sebagai mukjizat yang
ditantangkan Rasulullah kepada mereka. Dan mereka tidak mampu menghadapi
tantangan tersebut. Sekalipun demikian, kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa
melainkan terhadap naluri kebahasaan mereka itu sendiri.
3) Kemukjizatan
Qur'an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab perubahan-perubahan bentuk lafaz pada
sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan
dari padanya bebagai hukum. Hal inilah yang mentebabkan Qur'an relevan untuk
setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam istinbat (penyimpulan hukum)
dan ijtihad berhujjah dengan qiraat bagi ketujuh huruf ini.
Qiraat & Qurro'
Kode Materi :
UQ/A/11
Pokok-pokok Materi :
1. Pengertian
Qiroat
2. Sejarah
Perkembangan Ilmu Qiro'at
3. Ragam Qiro'at
dan Hukum-hukumnya
4. Profil Tujuh
Qurro' yang Masyhur
5. Hikmah adanya
Perbedaan dalam Qiroah Sab'ah
1. PENGERTIAN
QIROAT
Al-Qira'aat adalah jamak dari kata qiro'ah yang
berasal dari qara'a - yaqra'u - qirâ'atan. Menurut istilah qira'at
ialah salah satu aliran dalam pelafalan/pengucapan Al-Qur'an yang dipakai oleh
salah seorang imam qura' yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan
Al-Qur'anul Karim. Qira'at ini berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada
Rasulullah SAW.
2. SEJARAH
PERKEMBANGAN ILMU QIRO'AT
Para sahabat mempelajari
cara pengucapan Al-Quran langsung dari Rasulullah SAW, bahkan beberapa dari
'secara resmi' direkomendasikan oleh Rasulullah SAW sebagai rujukan sahabat
lainnya dalam pengucapan Al-Quran.
·
Dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah SAW
bersabda : " Ambillah (belajarlah) Al-Quran dari empat orang : Abdullah
bin Mas'ud, Salim, Muadz, dan Ubai bin Ka'b " (HR Bukhori)
·
Rasulullah SAW juga bersabda : " Barang
siapa yang ingin membaca Al-Quran benar-benar sebagaimana ia diturunkan, maka
hendaklah membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas'ud)
Diantara sahabat yang
populer dengan bacaannya adalah: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ubay bin
Ka'b, Zaid bin Tsabit, Abu Darda, Ibnu Mas'ud, dan Abu Musa al-Asy'ary. Dari
mereka inilah kebanyakan para sahabat dan tabi'in di seluruh daerah belajar.
Kemudian para tabi'in tersebut menyebar di kota-kota besar pemerintahan Islam,
diantaranya adalah :
a) Madinah : Ibnu Musayyib, Urwah, Salim, dan
Umar bin Abdul Aziz
b) Mekah : Ubaid bin Umair, Atho' bin
Abi Robah, Thowus, Mujahid, Ikrimah
c) Kufah : ilqimah, al-aswad, masruq,
ubaidah, dll
d) Bashroh : abu aliyah, abu roja', qotadah,
ibnu siirin
e) Syam : al-mughiroh, shohib
utsman, dll
Kemudian pada masa tabi'in
awal abad 1 Hijriyah, beberapa kelompok mulai sungguh-sungguh menata tata baca
dan pengucapan al-Quran hingga menjadi ilmu tersendiri sebagaimana ilmu-ilmu
syariah lainnya. Kemudian muncul pula madrasah-madrasah qiro'ah yang mempelajai
ilmu tersebut, yang akhirnya memunculkan keberadaan para qurro', yang hingga
hari ini qiroat qur'an banyak disandarkan kepada mereka, khususnya imam qurro
yang tujuh.
3. RAGAM QIRO'AT &
HUKUM-HUKUMNYA
Sebenarnya Imam atau guru Qiraat
itu jumlahnya
banyak hanya sekarang yang populer adalah
tujuh
orang. Qiraat tujuh orang imam
ini adalah
qiraat
yang shahih dan memenuhi syarat-syarat disebut qiroaat
yang shoih. Syarat tersebut antara lain :
1)
Muwafawoh bil Arobiyah ( sesuai dengan bahasa arab)
2)
Muwafaqoh bi ahad rosm utsmani ( sesuai dengan salah satu penulisan mushaf
Utsmani)
3)
Shihhatus Sanad ( bersandarkan dari sanad atau riwayat yang shohih /
kuat)
Dengan ketentuan-ketentuan di atas, kemudian
para ulama membagi qiro'at menjadi beberapa jenis dilihat dari layak tidaknya
untuk diikuti :
1) Mutawatir ; yaitu qiraat yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta , dari sejumlah orang yang seperti itu dan
sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah Saw. Juga sesuai
dengan kaidah bahasa arab dan rasam Ustmani
2) Masyhur, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi tidak
mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasam Ustmani
serta terkenal pula dikalangan para ahli qiraat sehingga tidak dikategorikan
qiraat yang salah atau syaz. qiraat macam ini dapat digunakan.
3) Ahad, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi menyalahi rasam Ustmani,
menyalahi kaidah bahasa Arab, atau tidak terkenal. Qiraat macam ini tidak dapat
diamalkan bacaanya.
4) Syaz, yaitu qiraat yang tidak sahih sanadnya.
5) Ma'udu, yaitu qiraat yang tidak ada asalnya.
6) Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiraat sebagai penafsiran (penafsiran
yang disisipkan ke dalam ayat Quran)
Keempat macam terakhir ini
tidak boleh diamalkan bacaannya.
4. QARI TUJUH YANG
MASYHUR
Para Qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan
hafalan serta ketelitiannya, dan menyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan
yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Qira'at yang mutawatir semuanya
kita kutip dari para qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan
serta ketelitiannya.
Mereka ialah imam-imam qira'at yang masyhur yang
meyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat
Rasulullah SAW. Mereka memiliki keutamaan ilmu dan pengajaran tentang
kitabullah Al-Qur'an sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baiknya
orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan
mengajarkannya".
Berikut sekilas tentang
profil mereka :
1) Ibnu 'Amir (118
H)
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang
qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya
adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi'in, belajar qira'at dari Al-Mughirah
ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau
Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang menjadi murid, dalam
2) Ibnu Katsir (120 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu
Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah imam dalam hal qira'at di Makkah, ia adalah
seorang tabi'in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu
Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H.
Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul
wafat pada tahun 291 H.
3) 'Ashim al-Kufy (128 H)
Nama lengkapnya adalah 'Ashim ibnu Abi an-Nujud
al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia
adalah seorang tabi'in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua
Perawinya adalah; Syu'bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun
180 H.
4) Abu Amr (154 H)
Nama lengkapnya adalah Abu 'Amr Zabban ibnul 'Ala'
ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya
dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau
wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada
tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H.
.
5) Hamzah al-Kufy (156
H)
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu 'Imarah
az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba 'Ikrimah ibnu Rabi'
at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu 'Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu
Ja'far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H.
Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim.
6) Imam Nafi. (169
H)
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' ibnu
Abdurrahman ibnu Abi Na'im al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan
Nafi' berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat
pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy
wafat pada tahun 197 H.
7) Al-Kisaiy (189
H)
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam
nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang
disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat
di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke
Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat
pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.
Syathiby mengatakan:
"Adapun Ali panggilannya Kisaiy, karena kisa pakaian ihramnya, Laits Abul
Haris perawinya, Hafsah ad-Dury hilang tuturnya.
5. HIKMAH
PERBEDAAN DALAM QIROAH SAB'AH
Dalam perbedaan di antara
qiroah-qiroah yang shahih, kita dapatkan hikmah sebagai berikut :
1) Bukti yang
jelas tentang keterjagaan Al-Quran dari perubahan dan penyimpangan, meskipun
mempunyai banyak qiroat tetapi tetap terpelihara.
2) Keringanan bagi
umat serta kemudahan dalam membacanya.
3) Membuktikan
kemukjizatan Al-Quran, karena dalam qiroat yang berbeda ternyata bisa
memunculkan istinbat jenis hukum yang berbeda pula.
Contoh dalam masalah ini adalah lafadhz : " wa arjulakum"
dalam Al-Maidah ayat 6, yang juga bisa dibaca dalam qiroah lain dengan "wa
arjulikum ". Maka yang pertama menunjukkan hukum mencuci kedua kaki dalam
wudhu. Sementara yang kedua menunjukkan hukum mengusap ( al-mash) kedua
kaki dalam khuf atau sejenis
sepatu.
4) Qiroat yang
satu bisa ikut menjelaskan / menafsirkan qiroat lain yang masih belum jelas
maknanya.
Contoh
masalah ini : dalam surat Jumat ayat 9, lafal " Fas'au ", asli
katanya berarti berjalanlah dengan cepat, tetapi ini kemudian diterangkan
dengan qiroat lain : " famdhou" yang berarti pergilah , bukan
larilah.
TAJWID
& TILAWAH
Kode Materi : UQ/A/12
Pokok-pokok Materi :
1. Pengantar
Singkat Ilmu Tajwid
2. Kesalahan-kesalahan
pada Praktek Tajwid
3. Keutamaan
Tilawah
4. Adab Tilawah
1. PENGANTAR
SINGKAT ILMU TAJWID
Dalam pengantar singkat
ilmu tajwid ini, akan kita bahas beberapa hal antara lain : Pengertian Tajwid, Keutamaan
Tajwid, Hukum Tajwid serta Objek Pembahasan Ilmu Tajwid.
a. Pengertian
Tajwid & Ilmu Tajwid
Tajwid secara bahasa
artinya at-tahsiin wal ijaadah : baik dan membaguskan. Secara Istilah
Tajwid berarti :
التجويد هو إعطاء
الحروف حقوقها و ترتيبها , و رد الحرف إلى مخرجه و أصله, و تلطيف النطق به على
كمال هيئة من غير إسراف ولا تعسف ولا إفراط ولا تكلف.
Tajwid adalah : Memberikan setiap huruf hak-haknya dan susunannya,
mengembalikan huruf pada makhrojnya dan asalnya, menghaluskan pelafalan pada
kondisi yang sempurna, tanpa berlebihan dan pembebanan.
Sedangkan ilmu tajwid diartikan sebagai : ilmu yang menjelaskan
hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang harus dijaga pada saat membaca Al-Quran,
sesuai dengan apa yang dipraktekkan kaum muslimin, dari generasi ke generasi ,
dari Rasulullah SAW.
b. Keutamaan
Tajwid
Allah SWt berfirman :
"الله نزل أحسن
الحديث كتاباً متشابهاً مثاني تقشعر منه جُلودُ الذين يخشون ربهم، ثم تلين جُلودهم
وقُلوبهم إلى ذكر الله" (الزمر ـ 23).
Artinya : Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu)
Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya
kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi tenang kulit dan
hati mereka di waktu mengingat Allah. (QS Az-Zumar 23)
Pada ayat di atas diisyaratkan bahwasanya Al-Quran idealnya dibaca
dengan benar, baik agar bisa mempengaruhi hati mereka yang mendengarnya.
Sebaliknya, jika al-quran dibaca dengan seenaknya, maka tidak akan berpengaruh
apapun bagi hati yang mendengarnya.
Rasulullah SAW bersabda : " seorang yang pandai membaca
Al-Quran akan bersama malaikat yang mulia, sedangkan yang membaca Quran dengan
terbata-terbata dan kesusahan, maka baginya ada dua pahala " (HR
Bukhori & Muslim)
c. Hukum Mempelajari
Ilmu Tajwid
Para ulama Tajwid bersepakat bahwa setiap muslim dituntut untuk
mempelajari hukum-hukum tilawah, dan memperhatikannnya ketika sedang membaca
al-quran. Sedangkan lalai dalam masalah ini – tanpa udzur syar'I yang bisa
diterima- adalah berdosa.
d. Objek
Pembahasan Ilmu Tajwid
Objek pembahasan dalam Ilmu
Tajwid, secara garis besar meliputi :
·
Hukum-hukum berkaitan dengan Nun ( Ahkamu an-Nuun)
·
Hukum-hukum berkaitan dengan Hamzah ( ahkaamu
alhamzah)
·
Tata Cara Berhenti ( Kaifiyah Al-Waqf )
·
Makhorijul Huruf ( Tempat Keluar Huruf)
·
Sifat-sifat Huruf
·
Ahkamul Mad ( Panjang Pendek Harokah)
2. KESALAHAN-KESALAHAN
DALAM PRAKTEK TAJWID
Kesalahan dalam praktek
tajwid , secara umum bisa dibagi menjadi dua bagian besar :
a. Kesalahan Al-Lahn
( Kekurangan dalam pelafalan /tanpa tajwid)
Kesalahan al-lahn dibagi menjadi dua bagian ;
·
yang pertama adalah kesalahan Al-Jaliyy (yang
Jelas) yaitu kesalahan pelafalan / tajwid yang diketahui oleh banyak orang awam
secara umum. Misalnya adalah : salah dalam harokat ( I'rob), atau salah dalam
tashrif.
·
Yang kedua adalah kesalahan Al-Khofiyy
(tersembunyi), yang tidak diketahui kecuali oleh mereka yang bergelut lama di
ilmu tajwid atau pakar di bidang Qiro'at. Seperti dalam masalah makhorijul
huruf dan sifat-sifatnya.
b. Berlebihan
dalam Tajwid ( Mubalaghoh wa Ifrooth)
Berlebihan dalam pengucapan dan pelafalan Al-Quran juga sama bahayanya
dengan meninggalkan tajwid. Berikut contoh-contoh kesalahan yang berhubungan
dengan berlebihan dalam pengucapan al-Quran :
·
At-Tar'iid :
pembacaan al-quran dengan bergetar secara berlebihan, bagaikan orang yang
menggigil kedinginan atau menahan sakit.
·
At-Tarqish :
berhenti dan diam pada tempat berhenti, untuk kemudian melanjutkan harokah
dengan cepat seperti lari dari musuh atau terkejut.
·
At-Tathriib : pembacaan seperti musik, khususnya
memanjangkan secara berlebihan pada huruf mad
·
At-Tahziin : membaca al-Quran dengan nada sedih
yang berlebihan dan hampir-hampir menangis berlebihan
·
At-Tardiid : pengulangan ayat terakhir yang dibaca
seorang qori' oleh sekumpulan orang yang mendengarkannya.
3. KEUTAMAAN
TILAWAH
Tilawah Al-Quran adalah
ibadah sunnah yang mempunyai banyak keutamaan, diantaranya yang digambarkan
dalam hadits sebagai :
a) Dari Ibnu Umar,
Rasulullah bersabda : " Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu
seorang yang diberikan Allah harta lalu ia menginfakkannya siang dan malam, dan
seorang yang diberikan Allah al-quran, lalu ia membacanya siang dan malam
" (HR Bukhori dan Muslim)
b) Dari Ibnu
Mas'ud , Rasulullah SAW bersabda : " Barang siapa yang membaca satu
huruf dai kitabullah maka baginya satu kebaikan, dan setiap satu kebaikan
dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipatnya " (HR Tirmidzi)
c) Dari Abu
Umamah, Rasulullah SAW bersabda : " Bacalah Al-Quran , karena ia akan
datang pada hari kiamat memberi syafaat bagi pembacanya " (HR Muslim)
4. ADAB TILAWAH
Dianjurkan bagi orang yang membaca Quran memperhatikan hal‐hal berikut
:
a) Hendaknya membaca
Quran dalam keadaan berwudlu, karena ia
termasuk dzikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya bagi orang yang
berhadast.
b) Membacanya
hanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan Al-Quran.
c) Membacanya
dengan khusyuk, tenang dan bersahaja.
d) Bersiwak
(membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.
e) Membaca taáwwuz
(audzu billahi minasysyaitanir rajim)
pada permulaannya, berdasarkan firman Allah SWT :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ
بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98)
" dan jika engkau membaca Al-Quran maka berlindunglah kepada Allah
dari syaitan yang terkutuk " (QS An-Nahl 98)
f) Membaca
basmalah pada permulaan setiap surah, kecuali surah Al‐Baraáh.
g) Membacanya
dengan tartil yaitu dengan pelan dan terang serta memberikan setiap
huruf haknya (betul makhrajul hurf dan tajwidnya), seperti panjangnya,
idgamnya, dsb. Allah SWT berfirman :
وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا (4)
" Dan bacalah Al-Quran secara tartil " (QS Muzammil 4)
Karena itulah
dalam beberapa haditsnya, Rasulullah membatasi keinginan sahabat yang ingin
mengkhatamkan Al-Quran dengan cepat. Dari Ibnu Umar, ia bertanya pada
Rasulullah SAW : Ya Rasulullah, berapa lama aku seharusnya mengkhatamkan
Al-Quran ? .Rasulullah menjawab : dalam satu bulan. Ia berkata : aku kuat
kurang dari itu, maka terus saja Abu Musa minta lebih kurang dari itu, hingga
Rasulullah SAW menjawab : bacalah dalam tujuh hari. Ia menjawab : aku kuat
kurang dari itu . Maka Rasulullah SAW bersabda : " Tidak akan paham
(Al-Quran), orang yang mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari " ( HR
Abu Daud)
h) Memikirkan dan
mentadabburi ayat‐ayat yang dibacanya.
Sesuai perintah Allah dalam firmannya :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ
عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (24)
"Apakah mereka tidak mentadabburi al-Quran ataukah pada hati
mereka ada gembok-gemboknya ? " (QS Muhammad 24)
i)
Meresapi makna dan maksud ayat‐ayat Quran yang
berhubungan dengan janji dan ancaman.
j)
Membaguskan suara karena itu akan lebih berasa di
hati . Rasulullah SAW bersabda : Hiasilah Al-Quran dengan suaramu (HR
Ibnu Hibban )
k) Mengeraskan
bacaan jika dianggap lebih baik dan tidak menimbulkan riya.
-----ooo0000ooo--------
Alhamdulillah, atas rahmat dan kemudahan dari
Allah SWT
Selesai pembahasan ulumul qur'an (I) untuk
semester satu
semoga bermanfaat
Daftar Referensi
1. Terjemah Kitab
" Mabahits fi Uluumil Qur'an " karya Manna'ul Qatthan
2. Bagaimana
berinteraksi dengan Al-Quran karya Dr. Yusuf Qaradhawi
3. Kitab " At-Tibyan
fii Uluumil Qur'an " oleh Muhammad Ali As-Shobuni
4. Kitab " Al-
Adhwa ala ulumil quran " oleh Dr. Abdul Aziz Saqor
5. Kitab "
Manahilul Irfan " oleh Syaikh Az-Zarqooni
6. Kitab " Jam'u
Al-Jadawil " oleh Syeikh Jasim Al-Muhalhil
7. Makalah : "
Tadwin Al-Qur'an, asy-syubuhaat wa ar-rodd alaihi ", Hatta Syamsuddin
8. Situs-situs
Islam dalam negri dan timur tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar