(Materi Daring Fikih untuk kelas VII Semester Genap di MTsN 1 Malang)
1. Pengertian sholat jum’at
Shalat
jum`at adalah
shalat dua rakaat yang wajib
dikerjakan pada waktu
dzuhur di hari
Jum`at yang diawali dengan dua khutbah dengan syarat dan rukunnya.
Dasar hukum shalat jum`at : QS. Al-Jum`ah: 9
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
Di samping mendatangkan pahala, shalat jum’at juga menjadi pembersih dosa antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya, sebagaimana hadits Nabi saw:
عن سَلْمَان الْفَارِسِيّ رضي الله عنه قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : » مَنْ اغْتَسَلَ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَتَطَهَّرَ بِمَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ثُمَّ ادَّهَنَ أَوْ
مَسَّ مِنْ طِيبٍ ثُمَّ رَاحَ فَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَصَلَّى مَا
كُتِبَ لَهُ ثُمَّ إِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ أَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى . رواه البخار
Artinya
Dari Salman Al Farisi radhiyallohu anhu berkata Rasulullah shallallohu
alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya kemudian memakai wewangian
lalu menuju ke mesjid dimana dia tidak memisahkan antara dua orang (yang duduk
di mesjid) lalu dia shalat sesuai dengan yang ditetapkan Allah (sekemampuannya)
kemudian jika imam keluar dari tempatnya untuk berkhutbah dia diam mendengarkan
khutbah niscaya akan diampuni dosanya yang terjadi diantara kedua Jumat”
(HR. Bukhari)
Melaksanakan shalat jum’at adalah syiar orang-orang saleh, sedangkan meninggalkannya adalah pertanda kefasikan dan kemunafikan yang mengantarkan pada keburukan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمُعَاتٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ
كُتِبَ مِنَ المُنَافِقِينَ
Artinya: “Barang
siapa meninggalkan tiga sholat jum`at tanpa uzur maka dicatatlah ia sebagai
orang munafik”
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam:
لَيَنْتَهِيَنَّ
أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى
قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ
“Hendaklah
kaum-kaum itu berhenti dari meninggalkan shalat Jumat. Atau ( jika tidak )
Allah pasti akan mengunci hari mereka, kemudian mereka pasti menjadi orang-
orang yang lalai.” [ HR.Muslim ]
2. Syarat Wajib Shalat
Juma’at
a. Muslim
Dengan demikian, orang kafir tidak diwajibkan melaksanakan shalat jum’at, bahkan jika mengerjakannya tidak dianggap sah. Allah Subhanahu wata’ala berfirman at-Taubah: 54
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ
Artinya
“dan
tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya
melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak
mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan
(harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.”
Anak kecil yang belum baligh tidak wajib
shalat jum’at karena belum dibebani syariat. Meskipun demikian, anak laki-laki
yang sudah mumayyiz (biasanya berusia tujuh tahun lebih), dianjurkan kepada
walinya agar memerintahnya menghadiri shalat jum’at. Hal ini berdasarkan keumuman
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ
Artinya: “Perintahkan anak kecil untuk
mengerjakan shalat apabila sudah berumur tujuh tahun.” (HR. Abu Dawud)
Orang yang tidak berakal (gila) secara total
berarti dia bukan orang yang cakap untuk diarahkan kepadanya perintah syariat
atau larangannya. Nabi saw bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى
يَفِيْقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى
يَحْتَلِمَ
“Pena terangkat dari tiga golongan: dari
orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia dewasa, dan dari
orang gila sampai dia (kembali) berakal sehat.” (Shahih Sunan at-Tirmidzi)
Maka dari itu, tidak wajib shalat jum’at atas
perempuan, sebagaimana sabda Nabi saw.
الْجُمُعَةُ
حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ
مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ
“Jum’atan adalah hak yang wajib ditunaikan
oleh setiap muslim secara berjama’ah, kecuali empat orang: budak sahaya,
wanita, anak kecil, atau orang yang sakit.” (HR. Abu Dawud)
e. Orang yang menetap dan bukan musafir
Orang musafir termasuk orang yang mendapat
rukhsah (keringan) dari Allah untuk tidak melaksanakan puasa. Demikian halnya
dengan shalat jum’at. Di antara dalil yang menegaskan bahwa musafir tidak
diwajibkan untuk shalat jum’at adalah hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu yang menyebutkan shalat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di Padang Arafah di hari Jum’at. Jabir radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Kemudian (muazin)
mengumandangkan adzan lalu iqamah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam shalat
dhuhur, kemudian (muazdin) iqamah, lalu shalat ashar.” (Shahih Muslim,
“Kitabul Hajj” no. 1218)
Adapun tentang musafir yang singgah atau
menetap bersama orang-orang mukim beberapa saat, sebagian ulama berpendapat
disyariatkannya shalat jum’at atas mereka karena mereka mengikuti orang-orang
yang mukim.
Orang yang memiliki udzur, ada keringanan
tidak menghadiri shalat jum’at dan menggantinya
dengan shalat dhuhur. misalnya hujan deras atau angin kencang yang
terus-menerus, atau ada kedzaliman yang dikhawatirkannya, atau bisa
menggugurkan suatu kewajiban yang tidak ada seorang pun yang bisa
menggantikannya, dan sebagainya.
3. Syarat Sah Shalat Jum`at
Adapun syarat sah shalat jum’at adalah
sebagai berikut:
a.
Shalat jum’at diadakan dalam satu tempat (tempat
tinggal) baik di kota maupun di desa. Tidak sah mendirikan shalat jum’at di
tempat yang tidak merupakan daerah tempat tinggal seperti di ladang atau jauh
dari perkampungan penduduk.
b.
Shalat jum’at diadakan secara berjama’ah, jumlah
jama’ah menurut pendapat sebagian ulama adalah 40 orang laki-laki dewasa
dari penduduk negeri setempat.
Sebagian ulama yang lain berpendapat
lebih dari 40 jama’ah dan sebagian ulama yang lain berpendapat cukup dengan dua
orang saja, karena sudah berarti berjama’ah.
c.
Hendaklah dikerjakan pada waktu dhuhur. Rasulullah saw.
bersabda:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ
"Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah
saw. bersabda: Shalat jum’at ketika telah tergelincir matahari." (H.R.
Bukhari).
d. Hendaklah dilaksanakan setelah dua khutbah.
Hadits tentang khutbah ini menyatakan sebagai berikut: Dari Ibnu Umar ra;
Rasulullah saw berkhutbah pada hari Jumat dua khutbah dengan berdiri dan beliau duduk di antara kedua khutbah itu." (H.R. Bukhari dan Muslim)
4. Rukun Khutbah Jum`at
a. Hamdalah
Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafad yang memuji Allah swt. Misalnya
lafad alhamdulillah, atau innalhamda
lillah, atau alhmadullah. Pendeknya, minimal ada
kata alhamdu dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
Contoh bacaan:
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
b. Shalawat kepada Nabi SAW
Shalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadkan
dengan jelas, paling tidak
ada kata shalawat. Misalnya ushalli
‘ala Muhammad, atau as-shalatu
‘ala Muhammad, atau ana mushallai ala Muhammad.
Contoh bacaan:
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
c. Wasiat taqwa
Yang dimaksud dengan wasiat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran
untuk bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Dan menurut Az-Zayadi,
wasiat ini adalah perintah untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Sedangkan menurut Ibnu Hajar, cukup dengan ajakan untuk mengerjakan
perintah Allah. Sedangkan menurut Ar-Ramli, wasiat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan
kepada Allah.
Lafadznya sendiri
bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: “takutlah kalian kepada Allah”. Atau kalimat:
“marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat”. Contoh bacaan:
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Ketiga rukun di atas harus terdapat pula
dalam kedua khutbah jum’at itu.
d. Membaca ayat Al-Quran pada salah satunya
Minimal satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung makna lengkap.
Bukan sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak dikatakan
sebagai pembacaan Al-Quran bila sekedar mengucapkan lafadz: “tsumma nazhar”. Tentang tema
ayatnya bebas, tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau larangan
atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan
lainnya.
Contoh bacaan, (QS. Al-Baqarah: [2]:148)
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya
“dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri)
yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.
di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari
kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
e. Doa untuk umat Islam
Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafad
do’a yang intinya meminta
kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir lil muslimin wal
muslimat. Atau kalimat Allahumma ajirna minannar.
Contoh bacaan do’a penutup:
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ
5. Syarat khutbah Jum’at
- Khutbah dilaksanakan pada waktu
dhuhur
- Berdiri jika mampu
- Dengan suara yang keras
- Khatib hendaknya duduk di antara dua
khutbah
- Khatib menutup aurat
- Berurutan antara khutbah pertama dan
kedua
- Berdoa untuk kaum muslimin/muslimat pada
khutbah kedua
- Tertib, yakni berturut-turut antara
khutbah pertama dengan khutbah kedua
Sabda Rasulullah SAW;
Artinya: “Bila Rasulullah saw, berkhutbah,
kedua matanya merah, suaranya keras, dan semangatnya tinggi bagai panglima yang
memperingatkan kedatangan musuh yang menyergap di kala pagi dan sore”. (HR.
Muslim dan Ibnu Majah)
6. Syarat Khatib Jum`at
Salah satu syarat sahnya mendirikan shalat
jum’at ialah harus didahului khutbah oleh khatib dengan ketentuan:
- Muslim, baligh, berakal
sehat, dan taat beribadah
- Mengetahui syarat,
rukun dan sunnah khutbah
- Suci dari hadats baik
badan dan pakaian serta tertutup auratnya
- Fasih mengucapkan
al-Qur’an dan al Hadits
- Memiliki akhlak yang
baik, tidak tercela di masyarakat, dan tidak melakukan perbuatan dosa
- Berpenampilan baik,
rapi dan sopan
7. Sunnah Khutbah Jum’at
- Dilakukan di tempat yang lebih tinggi
atau di atas mimbar
- Memberi salam pada permulaan khutbah
jum`at
- Menggunakan bahasa yang mudah
dipahami.
- Di sampaikan dengan kalimat yang jelas,
sistematik dan temanya sesuai dengan kondisi yang terjadi.
- Materi khutbah hendaklah pendek tidak
terlalu panjang, dan shalatnya tidak tergesa-gesa
- Khatib menghadap jama’ah
8. Adab Shalat Jum’at
- Sebelum
berangkat ke masjid, hendaklah terlebih dahulu mandi, memotong kuku dan
kumis, berpakaian bersih dan putih, dan memakai wangi-wangian.
- Hendaknya
berangkat ke mesjid lebih awal.
Dihindari datang sebelum imam sesudah menyampaikan khutbahnya.
- Mengisi
shaf yang kosong, kemudian mengerjalan shalat “tahiyatul masjid” sebanyak
dua raka’at
- Memperbanyak
dzikir, berdo’a membaca shalawat Nabi atau membaca al-Qur’an sebelum imam
naik mimbar.
- Mendengarkan
khutbah, tidak boleh berbicara, mengingatkan jama’ah yang dan mengantuk/tidur, sehingga tidak
mengetahui isi khutbah
Sabda Rasulullah Saw:
Artinya: “Apabila Anda berkata
kepada temanmu, pada hari jum’at “diamlah” padahal imam telah menyampaikan
khutbahnya, maka jum’atmu sia-sia”. (HR. Bukhari dan Muslim).
- Jama’ah
tenang mendengarkan khutbah dan duduk menghadap ke arah kiblat. Dari Muthi’
ibnul Hakam ra, bahwa Nabi saw, bersabda;
Artinya: “Apabila
beliau naik mimbar,
maka kami menghadapkan
wajah-wajah kami ke beliau” (HR. Bukhari Muslim)
- Jama’ah berdo’a
atau membaca istighfar saat
khatib duduk di
antara dua khutbah. Waktu di
antara dua khutbah
adalah waktu ijabah
(waktu yang banyak dikabulkannya do’a saat itu).
9. Tata Cara Pelaksanaan Shalat Jum’at
Kalian selalu melaksanakan shalat
jumat, bukan? Sekarang saatnya mengetahui
ketentuan mengenai praktik shalat
jum’at. Semoga ibadah shalat jum’at kalian menjadi semakin sempurna. Walaupun
shalat jum’at hanya diwajibkan kepada laki-laki, perempuan juga harus mengerti
tentang tata cara atau ketentuannya. Pada bagian ini kalian akan berlatih
shalat jum’at.
Tata cara pelaksanaan shalat
jum’at secara umum adalah sebagai berikut.
- Khatib
naik ke mimbar mengucapkan salam, muadzin mengumandangkan adzan yang
kedua.
- Khatib
menyampaikan khutbahnya dengan dua kali khutbah diselingi dengan duduk di
antara dua khutbah.
- Pada saat
khutbah dibacakan, jama’ah memperhatikan dengan khusuk, tidak
bercakap-cakap, meskipun suara khutbah tidak terdengar.
- Setelah
selesai khutbah, muadzin mengumandangkan
iqamah, sebagai tanda di mulainya shalat jum’at.
- Jama’ah
bersiap-siap untuk melaksanakan shalat jum’at.
- Sebelum
shalat dimulai, imam hendaknya mengingatkan makmum untuk merapatkan dan meluruskan
saf serta mengisinya yang masih kosong.
- Imam
memimpin shalat jum’at berjama’ah dua rakaat.
- Jama’ah
disunahkan untuk berdzikir dan berdoa setelah selesai shalat jum’at.
- Sebelum meninggalkan masjid, jama’ah disunahkan untuk melaksanakan shalat ba’diyah terlebih dahulu.
10. Tata Cara Khutbah Jum’at
Khutbah (pertama)
- Khatib
berdiri di mimbar sambil mengucapkan salam
- Duduk tak
kala dikumadangkan adzan
- Selesai
adzan khatib berdiri dan membaca rangkaian rukun khutbah:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إلَى يومِ الدِّينِ
قَالَ اللهُ تَعَالىَ
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَآ
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوا اتَّقُواْ اللهَ وَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيْدَا, يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُو بَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمَا.
أَمَّا
بَعْدُ ، اُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِىْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ.
Memberi wasiat hendaklah
disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Dalam memberi wasiat ini hendaklah
membaca ayat Al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar wasiat dalam menyampaikan
khutbah.
- Penutup
khutbah I (pertama)
Di akhir khutbah pertama ini,
marilah kita dekatkan diri kita kepada Allah,
selama masih hidup, manusia senantiasa perlu bertaubat dan istighfar
kepada Allah ‘Azza wa Jalla,
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ مِنْ
كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Atau dalam kalimat yang lain:
Khutbah II (kedua)
- Selesai
khutbah pertama khatib duduk sebentar, lalu berdiri untuk khutbah kedua
- Boleh
menyampaikan kesimpulan khutbah pertama setelah membaca hamdallah, dua kalimat
sahadat, dan shalawat atas Nabi Muhammad Saw (seperti pada khutbah pertama
di atas).
- Setelah
itu diakhiri dengan membaca do’a:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
- Kalimat
penutup khutbah kedua
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
- Khatib
turun dari mimbar, dan bersamaan dengan itu muadzin mengumandangkan iqamah